Jakarta, wapresri.go.id – Indonesia dengan jumlah penduduk mayoritas muslim, mempunyai potensi besar dalam mengembangkan produk dan keuangan syariah, tidak hanya untuk pasar dalam negeri tapi juga pasar global. Pemerintah pun berkomitmen dalam sektor ini, di antaranya dengan mengembangkan industri keuangan perbankan syariah dan industri keuangan non bank (IKNB) syariah, seperti asuransi, pegadaian, dan pasar modal. Namun, upaya pemerintah saja tidak cukup. Untuk itu, diperlukan inisiatif dari lembaga terkait sehingga masyarakat tertarik untuk terlibat dalam industri keuangan syariah.
“Sebab di sini ada kompetisi, saya kira, yang memang harus dimenangkan dan juga harus ada produk-produk yang memang market friendly (ramah pasar). Masyarakat kan ingin yang ada produk-produk syariah yang menarik, menawan,” ujar Wapres Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin melalui video konferensi pada program Closing Bell CNBC TV, yang ditayangkan pada Jumat (16/10/2020).
Lebih lanjut Wapres menjelaskan, pemerintah juga berusaha mengembangkan keuangan syariah mulai dari keuangan super mikro yang pendanaannya melalui bank waqaf mikro, keuangan mikro melalui koperasi syariah, Baitul Maal wa Tanwil (BMT) melalui Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB), Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro, hingga bank-bank syariah dengan kerja sama antarbank.
“Sementara ini kan yang besar hampir belum, karena itu dengan merger-nya bank-bank ini kita harapkan di samping penyehatan, konsolidasi. Merger ini juga kita harapkan nanti menjadi bank besar yang bisa membiayai juga yang proyek-proyek besar,” terangnya.
Wapres pun optimistis pengembangan sektor keuangan syariah ini dapat berjalan dengan baik, karena hampir di semua level keuangan syariah saat ini telah mengikuti perkembangan zaman melalui sistem digitalisasi.
Dalam diskusi tersebut, Presiden Direktur Prudential Jens Reisch menanyakan pandangan Wapres selaku ulama senior terkait kekhawatiran masyarakat atas kesyariatan asuransi syariah.
“Sudah ada Undang-undangnya tentang Asuransi Syariah, sudah ada fatwanya dari MUI dan Dewan Syariah Nasional (DSN), bahkan sudah ada Dewan Pengawas Syariah (DPS)-nya. Jadi kesyariahannya itu sudah tidak masalah lagi,” jawab Wapres.
Menghadapi tantangan itu, lanjutnya, diperlukan sosialiasi dan edukasi untuk meningkatkan literasi masyarakat tentang asuransi syariah. Wapres pun mencatat, dukungan pemerintah dalam mengembangkan salah satu industri keuangan syariah non bank ini tampak pada kesempatan yang diberikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada asuransi syariah agar tidak menginduk lagi kepada asuransi konvensional.
“Dan di DSN itu ada yang disebut working group. Working group ini adalah grup kerja antara DSN, Bank Indonesia, OJK, industri keuangan syariah, kemudian juga asosiasi akuntasi sehingga di situ biasanya kalau ada ide-ide baru, sebelum dikeluarkan fatwa, itu pun dibahas dulu dari aspek regulasinya, aspek kehati-hatiannya, dari aspek akuntansinya, kemudian dari Mahkamah Agungnya juga ada, kemudian OJK, kemudian dari industrinya sendiri. Kemudian kalau itu sudah bisa, dari semua sektor sudah dikeluarkan tinjauan-tinjauan kemudian baru nanti dikeluarkan fatwanya,” paparnya.
Melanjutkan diskusi, Direktur Utama Bank Mega Syariah Yuwono Waluyo meminta penjelasan Wapres terkait strategi Pemerintah Indonesia dalam mencapai target pusat industri halal pada tahun 2024.
Menanggapi hal tersebut, Wapres menguraikan, pertama, peningkatan kolaborasi antarinstitusi terkait, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Perdagangan. Serta hal lain yang memiliki potensi menjadi industri halal seperti pertanian dan kelautan.
Kedua, lanjutnya, pengembangan business syariah center (pusat bisnis syariah). Wapres mengumpamakan jika lembaga keuangan syariah adalah bis, maka pelaku bisnis itu adalah penumpangnya. Tanpa adanya pengusaha tentu tidak akan berkembang, sehingga pelaku bisnis perlu dikembangkan. Di samping itu, harus ada pengembangan pusat inkubasinya, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“UMKM-UMKM akan kita dorong supaya mereka juga berproduksi apa makanan, minuman yang halal, apa kerajinan atau apa-apa yang bisa dibuat oleh kelompok yang kecil ini kita fasilitasi,” ucap Wapres.
Di akhir diskusi, Wapres mengungkapkan, pemerintah juga menyediakan insentif sebesar Rp 695 triliun untuk menanggulangi dampak pandemi melalui stimulus dan relaksasi-relaksasi kepada semua sektor, termasuk perbankan syariah.
“Oleh karena itu, salah satunya juga termasuk tadi mengonsolidasikan bank, kemudian perbankan syariah, termasuk me-merger-kan itu, supaya nanti bisa lebih bertahan. Kemudian juga tentu regulasi-regulasi yang diberikan kelonggaran-kelonggaran dan kemudahan-kemudahan. Itu yang dilakukan oleh pemerintah,” pungkas Wapres. (DMA/AF/SK-KIP)