Jakarta, wapresri.go.id – Di tengah upaya mengurangi dampak pandemi Covid-19, pemerintah saat ini terus berstrategi untuk menurunkan angka prevalensi stunting, yakni kondisi gagal tumbuh balita yang diakibatkan kekurangan gizi kronis pada 1000 hari pertama kehidupannya.
Adapun salah satu strateginya adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Perpres tersebut merupakan payung hukum dari Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang telah dimulai sejak 2018.
“Peraturan Presiden memberikan penguatan kerangka intervensi yang harus dilakukan dan kelembagaan yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting,” kata Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang bertema “Bergerak Bersama untuk Percepatan Penurunan Stunting,” yang diadakan secara virtual, Senin (23/08/2021) oleh Sekretariat Wakil Presiden.
Perpres tersebut, papar Wapres, menetapkan Tim Percepatan Penurunan Stunting yang terdiri dari Pengarah dan Pelaksana. Wapres sendiri bertindak sebagai Ketua Pengarah, didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta sejumlah menteri lainnya. Sedangkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditunjuk menjadi Ketua Pelaksana.
Perpres tersebut, lanjut Wapres, menetapkan lima pilar utama yang sangat penting dalam percepatan penurunan stunting, yaitu Komitmen Politik dan Kepemimpinan Nasional dan Daerah; Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku; Konvergensi Program Pusat, Daerah, dan Masyarakat; Ketahanan Pangan dan Gizi; serta Monitoring dan Evaluasi. Menurutnya, lima pilar ini akan menjadi rujukan dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional sebagai kerangka intervensi, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Rencana Aksi Nasional juga harus dapat mendorong dan menguatkan konvergensi antarprogram yang selama ini sudah berjalan dan dilaksanakan oleh berbagai kementerian/lembaga,” tambah Wapres.
Sebagai Ketua Pengarah Percepatan Penurunan Stunting, Wapres berpesan supaya konvergensi dalam penurunan stunting harus diwujudkan.
“Konvergensi merupakan kunci untuk memastikan program-program intervensi dapat dilaksanakan secara optimal sehingga berkontribusi pada penurunan prevalensi stunting,” tuturnya.
Lebih lanjut, Wapres memaparkan bahwa pelaksanaan konvergensi telah mulai dilakukan salah satunya dengan telah ditandatanganinya komitmen percepatan penurunan stunting oleh bupati/walikota dari 154 kabupaten/kota prioritas percepatan penurunan stunting tahun 2022.
“Pada kesempatan ini saya meminta, sebagai tugas pertama Kepala BKKBN, agar segera melaksanakan koordinasi dengan kementerian/lembaga yang terkait serta pemerintah daerah untuk memastikan konvergensi antarprogram terjadi dari tingkat pusat hingga ke tingkat desa, bahkan hingga ke tingkat rumah tangga,” pintanya.
Selama ini, sambung Wapres, berbagai program terkait penurunan stunting telah dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah hingga tingkat desa. Pendanaan programnya pun didapat melalui anggaran kementerian dan lembaga, Dana Transfer ke Daerah (TKDD) seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Selain itu, ada pula yang melalui dana dekonsentrasi, bahkan Dana Desa yang dikelola pemerintah desa, sudah banyak dialokasikan untuk penurunan stunting.
Hal tersebut, tambahnya, membuktikan bahwa sebetulnya tidak ada masalah dengan ketersediaan program, kegiatan, dan anggaran.
“Jika konvergensi ini bisa diwujudkan, melalui program dan kegiatan yang konvergen, menyasar pada kelompok sasaran utama, yaitu ibu hamil, ibu menyusui dan anak di bawah usia dua tahun yang kemudian disebut sebagai Keluarga 1000 Hari Pertama Kehidupan, dan juga remaja putri, pasangan usia subur dan anak balita, maka insya Allah sasaran 14 persen pada akhir tahun 2024 akan tercapai. Inilah tugas pertama bagi Kepala BKKBN,” tuturnya.
Di samping itu, Wapres juga mengingatkan bahwa langkah awal untuk menciptakan konvergensi adalah melakukan analisis situasi dan pemetaan program yang selama ini ada di kabupaten/kota dan desa/kelurahan. Menurutnya, analisis situasi dan pemetaan ini penting agar pemerintah daerah mengetahui kondisi nyata di lapangan dan program apa yang sudah ada dan belum ada, sehingga dapat diketahui kondisi nyata dan kegiatan yang harus dilakukan.
“Saya meminta agar pemerintah daerah dapat memetakan kembali semua program, kegiatan dan anggaran yang terkait percepatan penurunan stunting di wilayahnya. Pemetaan ini penting untuk mengetahui program apa saja yang masih berjalan, program apa saja yang cakupannya belum merata, dan program apa saja yang terhenti selama masa pandemi,” pintanya.
Terkait dengan situasi pandemi, Wapres kembali berpesan agar semua program penurunan stunting harus inovatif dan diselenggarakan secara berdampingan dengan ketaatan mematuhi protokol kesehatan.
“Berbagai upaya penurunan stunting harus dapat bersinergi dengan upaya pemerintah menurunkan penularan Covid-19 secara berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut Wapres, pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi upaya percepatan penurunan stunting.
“Angka prevalensi stunting (telah) berhasil diturunkan dari 37,2 persen pada tahun 2013 menjadi 27,7 persen pada tahun 2019. Capaian ini harus terus dipertahankan untuk mencapai target prevalensi stunting 14 persen pada akhir tahun 2024,” tegasnya. (RN-BPMI Setwapres)