Asian Conference of Religions for Peace

Pembukaan Pertemuan Komite Eksekutif Asian Conference of Religions for Peace
Bandung. Indonesia adalah contoh dari negara yang berhasil mewujudkan ketenteraman dan kedamaian bagi masyarakatnya, meski memiliki keragaman agama, suku, budaya dan keragaman lainnya. Keberhasilan ini karena Indonesia sangat menjaga keharmonisan secara politik dan ekonomi. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika berbicara dalam Pembukaan Pertemuan Komite Eksekutif Asian Conference of Religions for Peace and International di Gedung Merdeka Bandung, 3 juni 2015, memberikan contoh bagaimana perayaan Hari Raya Waisyak menjadi hari libur nasional. “Padahal umat Budha di Indonesia kurang dari 1 persen, tapi kami menghargai dengan menjadikannya hari libur nasional,” ucap Wapres.

Tidak hanya Waisyak, kata Wapres, tapi semua hari raya keagamaan menjadi hari libur nasional, tanpa melihat jumlah pemeluknya. Lebih jauh Wapres menjelaskan bahwa harmoni juga ditunjukkan oleh anggota Kabinet Kerja. “34 menteri itu, berasal dari berbagai macam latar belakang, profesional, suku dan juga merepresentasikan agama yang ada di Indonesia,” kata Wapres.

Dalam pengamatan Wapres, tidak ada negara di dunia ini seperti di Indonesia, di mana semua hari raya agama menjadi hari raya nasional dan juga anggota kabinetnya merepresentasikan agama yang ada di negara itu. “Inilah cara menuju kehidupan yang harmonis. Kita menghormati, memberikan saling pengertian, serta menjaga harmoni dan kedamaian,” ujar Wapres.

Bahkan, lanjut Wapres, pertemuan lintas agama ini dapat dilaksanakan di tempat ibadah. “Mungkin tahun depan kita adakan pertemuan seperti ini di gereja atau masjid,” ucap Wapres.

Wapres memberikan contoh keharmonisan yang terjadi di Indonesia. Kami, kata Wapres, mempromosikan Indonesia dengan menampilkan keindahan candi Borobudur dan Bali. Padahal keduanya merupakan tempat ibadah bagi penganut agama budha dan hindu. “Tidak masalah bagi kami. Ini seperti India yang mempromosikan negaranya dengan Taj Mahal, yang merupakan tempat ibadah umat Islam,” ucap Wapres.

Di awal pertemuannya, Wapres mengharapkan agar pertemuan ini memberikan hasil yang baik, bagi perdamaian di dunia. Kita, lanjut Wapres, secara tidak disadari selalu bicara perdamaian setiap hari. Saat kita mengucapkan salam, baik Assalamualaikum, Shalom, Om Swasti Astu, pada intinya menyampaikan salam yang damai. “Tapi kenapa di banyak negara, selalu muncul gerakan-gerakan ekstrim? Itulah sebabnya banyak seminar atau pertemuan yang membahas upaya mewujudkan perdamaian,” ucap Wapres.

Pada prinsipnya, kata Wapres, semua agama memiliki tujuan yang sama, yaitu mempercayai adanya Tuhan, hanya berbeda dalam pelaksanaan ritualnya. Tapi meski memiliki kesamaan, mengapa tetap terjadi konflik antar agama? “Sebenarnya, konflik yang terjadi bukan hanya karena masalah agama, tapi juga politik, dan ekonomi,” ucap Wapres.

Wapres memberi contoh, konflik yang terjadi di Indonesia, di Ambon dan Aceh, bukan hanya karena agama, tetapi karena adanya ketidakadilan di bidang politik dan ekonomi. Wapres menggarisbawahi bahwa kondisi suatu negara juga dapat mempengaruhi terjadinya konflik antar agama. ISIS dapat berkembang karena Irak dan Suriah adalah contoh dari negara gagal (failed country), sehingga mudah dimasuki aliran lain, karena tidak ada pagar yang membatasi. “Itulah kenapa sebabnya ISIS hanya bisa berkembang di negara gagal,” ucap Wapres.

Tetapi sebaliknya, negara dengan kesejahteraan yang kuat akan sulit dimasuki aliran-aliran ekstrim. Hal seperti ini terjadi di Aceh saat konflik beberapa tahun yang lalu. Penyebab konflik di Aceh adalah masalah ekonomi, karena mereka adalah daerah yang kaya dengan minyak dan gas, tapi dirasakan adanya ketidakadilan. “Dengan sistem ekonomi baru, mereka damai,” ucap Wapres.

Wapres mengatakan bahwa penyelenggaraan pertemuan ini diselenggarakan di gedung yang sangat bersejarah. Semula, lanjut Wapres, di gedung ini hanya terdapat 29 bendera negara Asia dan Afrika. Tapi kini telah mencapai 100, karena sejak Konferensi Asia Afrika yang pertama kali digelar di gedung ini, telah memberikan inspirasi kepada negara-negara di Asia Afrika untuk mewujudkan kemerdekaan dan kebebasan. “Kita memiliki kebersamaan yaitu kebebasan dan setelah lepas dari penjajah, mendapatkan kemerdekaan,” ucap Wapres.

Pembukaan Pertemuan Komite Eksekutif Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) and International Seminar dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Presiden ACRP Din Syamsuddin, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Acara ini dihadiri oleh 250 orang yang hadir dari 29 negara. Tema dari seminar ini adalah “Asian Multi-religious Action to Overcome Violent Religious Extremism.”

****