Jakarta, wapresri.go.id – Meskipun media massa sering memberitakan banyaknya orang (pejabat penyelenggara negara) yang ditangkap karena kasus korupsi, namun tidak sedikit pemimpin kementerian/lembaga di era reformasi seperti sekarang ini memiliki prestasi baik. Demikian dikatakan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dalam sambutannya, ketika selesai menyerahkan penghargaan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) kepada 8 (delapan) pimpinan kementerian/lembaga yang terpilih berprestasi sebagai penerima WBK dan WBBM di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Senin (10/12).

“Memang selalu hukum berita (jargon dunia pemberitaan) sering dikatakan bahwa bad news is good news. Tetapi pada dasarnya good news is good news. Artinya kita bukan hanya selalu menyampaikan berapa orang yang ditangkap, tetapi juga berapa orang yang telah mencapai, memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat kita semuanya,” ungkap Wapres menepis jargon pemberitaan dimaksud.

Wapres menilai bahwa penghargaan seperti tersebut, memang sangat penting dan diperlukan, mengingat hingga saat ini masih banyak terjadi korupsi diberbagai instansi/lembaga penyelenggara negara. “Ini memang terjadi setelah reformasi. Setelah reformasi ada tiga hal, yang salah satunya ialah desentralisasi dan pelaksanaan daripada keseimbangan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif juga,” tegasnya.

Masih banyaknya korupsi yang terjadi dewasa ini, menurut hemat Wapres adalah karena terjadinya pemerataan kekuasaan. Jika dahulu kekuasaan hanya berada di pusat, maka setelah desentralisasi hingga ke daerah, sehingga korupsi menjalar hingga daerah. Ia mengambil contoh, di lingkungan DPR dan DPRD yang banyak berhadapan dengan KPK.

“DPR kalau zaman dulu sekedar ketok (palu), sekarang harus berdebat dengan Pemerintah/Kementerian Keuangan. Akhirnya timbul suatu kekuatan di DPR, dan kekuatan itu menjadi bagian dari cara orang memberikan sesuatu kepada DPR,” ucapnya.

Jadi, lanjut Wapres, ini korupsi antarpusat. Kalau zaman dahulu sebagian besar di pusat, (tapi sekarang) pusat, daerah, DPR, juga legislatif. “Itu akibat karena reformasi, perubahan sistem pemerintahan kita,” terangnya.

Korupsi menurut pandangan Wapres, juga dimulai dari buruknya pelayanan publik. Ia menyitir sindiran “kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah” yang berakibat pada pemberian sesuatu yang ilegal oleh masyarakat kepada aparat, asal mendapatkan pelayanan yang cepat.

Disisi lain, menurut Wapres, bahwa penghasilan aparatur sipil negara, dengan adanya tunjangan remunerasi yang saat ini sudah tinggi dan merata di berbagai kementerian/lembaga, maka menjadikan biaya pengeluaran pemerintahan juga semakin tinggi, sehingga hal tersebut menjadi suatu dilema yang harus diatasi.

“Sekarang bukan aparat Kementerian Keuangan (saja) gajinya tinggi, semua mendapat gaji (penghasilan) tinggi selama melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Salah satunya secara bersamaan mengatasi integritas dan pendapatan tinggi,” terangnya.

Berbagai cara mengatasi persoalan tersebut menurut Wapres, yakni dengan mulai memberikan pelayanan yang baik, agar ekonomi cepat berkembang. Dengan hal tersebut maka pendapatan akan naik, pajak naik, dan aparat/pejabat juga lebih baik. “Itu suatu harapan kita sama-sama bahwa untuk mencapai negara yang maju adalah bagaimana menggabungkan teknologi yang maju dengan entrepreneurship, layanan cepat, dan bersih dari aparat kita,” harapnya.

Tanpa ketiga hal tersebut, kata Wapres, maka negara akan sulit untuk maju walaupun banyak orang pintar, memiliki teknologi yang baik, tetapi jika pelayanan birokrasi lambat juga tidak bisa. Begitu juga walaupun pelayanan cepat tetapi teknologi dan kewirausahaan rendah, maka juga tidak akan maju. “Kita majukan semua hal-hal itu untuk kemajuan bersama,” pinta Wapres.

Ia pun meyakini bahwa masyarakat, khususnya pengusaha juga tidak akan memberikan sesuatu apabila pelayanan yang diterima cepat. Justru hal ini akan menimbulkan pendapatan negara lebih banyak. “Itu semua dan juga seperti saya katakan tadi, akibat kita desentralisasi otonomi, keputusan-keputusan bukan hanya tergantung pusat tetapi banyak bergantung pada aparat di daerah. Karena itu para gubernur, bupati yang hadir, tentu juga mendapat suatu kemajuan daerah apabila melaksanakan sistem yang tadi WBK, WBBM. Sehingga bangsa yang kita cita-citakan yang makmur dan adil bisa tercapai,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Sjafruddin melaporkan, bahwa kegiatan penganugerahan zona integritas menuju WBK serta WBBM tersebut diselenggarakan setiap tahun oleh Kemenpan RB bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, sekaligus kegiatan ini menjadi barometer capaian Reformasi Birokrasi yang konkrit sistematis, berkelanjutan, juga terukur sebagaimana arah grand design Reformasi Birokrasi rasional.

Oleh karena itu, kata Sjafruddin, dengan peradaban dunia yang kini semakin berubah modern, dan zaman semakin mutakhir, maka berharap seluruh aparatur kementerian/lembaga dapat berubah mengikuti perubahan dunia. “Bagi mereka yang tidak ingin keluar dari zona nyaman dan tetap berada dalam kepompong masa silam, maka akan tertinggal,” ungkap mantan Wakapolri.

Dari seluruh kementerian dan lembaga yang dilakukan penilaian, maka delapan pemimpin kementerian/lembaga yang menerima penghargaan tersebut adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ketua Mahkamah Agung (MA), Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Perindustrian, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian RI. Selain itu Wapres juga menyampaikan penghargaan kepada 2 (dua) pemimpin kementerian/lembaga yang mendorong Zona Integrasi di kementeriannya yaitu Menteri Kesehatan dan Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Fachir. (SY/RN, KIP Setwapres).