Jakarta, wapresri.go.id – Pernyataan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada “Peringan 100 Tahun Kedatangan Warga Korea di Indonesia”, Minggu, 20 September lalu, telah menyebabkan mispersepsi bahkan cenderung disalahpahami oleh sebagian kalangan. Hingga muncul penilaian bahwa Wapres tidak memahami musik dan bahkan merendahkan kualitas musik Indonesia di bawah Korea.

Demikian diungkapkan oleh Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi yang sekaligus Juru Bicara (Jubir) Wapres Masduki Baidlowi pada rilis klarifikasi yang disampaikan kepada awak media, Kamis (24/9/2020).

“Perbincangan publik juga bergulir luas. Beredar video pendek, diunggah sebuah akun facebook, dan unduhan video berisi gabungan potongan pidato Wapres dan penampilan Girlband Korea,” kata Masduki dalam rilisnya.

Semua itu, menurutnya, tersebar di beberapa group whatsapp, yang memberi kesan seolah Wapres sedang menonton aksi group musik perempuan Korea dengan kostum minim. Wapres seakan tengah memberi endorsement untuk menonton musik Korea itu.

“Sebagian komentar di media sosial pun mengisyaratkan niatan yang jauh dari etika, bahwa Wapres yang juga seorang ulama, dipersepsikan mengajak menyaksikan tontonan yang vulgar,” imbuhnya.

Namun demikian, lanjut Jubir, di sisi lain ada pula komentar jernih dan positif yang berusaha menangkap pesan pokok dari pidato Wapres yang dirilis dalam berita resmi Kantor Wapres dengan judul“ Tingkatkan Kerja Sama Teknologi, Indonesia Bisa Belajar Banyak dari Korea”.

Berlatar Keprihatinan

“Penting dipahami sebagai latar belakang, dalam sekian kali perbincangan saya dengan Wapres, beliau sudah lama prihatin pada sebagian masyarakat kita, yang cenderung sekadar konsumtif pada budaya luar,” terang Masduki.

Maksud Wapres, tutur Masduki, seharusnya kita terus mengembangkan dan berkreasi terhadap keragaman budaya kita, agar budaya kita bisa diminati di manca negara. Dan Korea telah memberi contoh sukses di bidang itu, salah satunya perkembangan musik K-Pop yang cukup terkenal di Indonesia.

“Pernyataan Wapres perlu dipahami dan didudukkan secara proporsional. K-Pop bukan tema tunggal, juga bukan tema utama dalam pidato Wapres itu,” ujarnya.

Menurut Masduki, dalam pidatonya yang berdurasi sekitar 5 menit itu, Wapres menjelaskan banyak aspek, seperti ekonomi, investasi, alih teknologi untuk industrialisasi Indonesia, pendidikan, kerja sama mengatasi pandemi covid-19, serta kebudayaan.

“Dan di sinilah, Wapres sekilas menyitir K-Pop,” imbuhnya.

K-POP: Deskripsi Tren dan Ekspektasi

Pada isu K-Pop dan Drama Korea, menurutnya, Wapres datar saja menyampaikan dua angle, yaitu: (1) deskripsi tren dan (2) ekspektasi bagi kemajuan Indonesia.

Menurut Masduki, deskripsi pernyataan Wapres bahwa saat ini anak muda di berbagai pelosok Indonesia juga mulai mengenal artis K-pop dan gemar menonton drama Korea, pada dasarnya merupakan fakta yang tak bisa dibantah.

“Ekspektasi, agar dinamika yang demikian itu tidak menjadikan anak muda Indonesia hanya sebagai obyek budaya asing, tetapi mampu menjadi subyek yang dapat menginspirasi untuk berkreasi atas budayanya sendiri,” terangnya.

Sehingga, ia melanjutkan, Wapres berharap pada akhirnya anak muda Indonesia mampu mengekspor budaya nasional ke manca negara. Sebagaimana tertuang dalam pernyataan Wapres berikut:

“Maraknya budaya K-pop diharapkan juga dapat menginspirasi munculnya kreatifitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan keragaman budaya Indonesia ke luar negeri.”

Bila dipahami dengan tenang, menurut Masduki, Wapres sama sekali tidak sedang kampanye agar anak muda Indonesia menonton K-Pop. Wapres hanya sekadar menjelaskan fenomena terkini terkait budaya populer Korea yang sudah masuk dan bahkan mempengaruhi anak muda Indonesia.

“Dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Ekspansi budaya pop Korea telah merambah ke berbagai negara, yang dikenal dengan istilah “Demam Korea”, Korea Wave atau Hallyu. Yakni, tersebarnya budaya pop Korea ke manca negara sejak 1990-an,” paparnya.

Lebih jauh, Masduki menjelaskan bahwa Korea memang telah berhasil mengemas pop culture menjadi bisnis yang menambah devisa negara.

“Menurut laporan Music Industry in South Korea (2020), K-Pop menempati posisi keenam pasar musik dunia, didahului oleh Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, dan Prancis. Bahkan menurut laporan tersebut Grup K-pop Korea Selatan BTS, berhasil mencetak rekor baru dengan menarik lebih dari 101,1 juta penayangan dalam waktu 24 jam untuk video musik terbaru mereka, Dynamite,” terangnya.

Fakta bahwa band K-pop terus memecahkan rekor, menurut Masduki, menunjukkan bagaimana K-pop tidak hanya populer di Korea Selatan atau negara-negara Asia saja, tetapi telah berhasil menjangkau khalayak global.

“Nilai ekspor industri musik korea, pada 2018 mencapai 564.2 M dolar AS. Inilah yang semestinya menjadi inspirasi anak muda Indonesia,” paparnya.

Sekali lagi, Masduki memastikan bahwa Wapres sama sekali tidak sedang membandingkan kualitas musik Indonesia seolah di bawah Korea. Selain itu, Wapres juga tidak sedang membanggakan diri sebagai pakar musik.

“Titik tekan Wapres adalah agar kita bisa belajar dari kemajuan Korea. Kita jangan sekadar menjadi konsumen produk kebudayaan populer Korea. Tapi kita belajar dan mengambil inspirasi dari pengalaman Korea, khususnya dalam suksesnya mengenalkan budaya ke manca negara,” tegasnya.

Indonesia memiliki keragaman budaya, yang kualitasnya tidak kalah dengan negara lain, termasuk Korea. Oleh sebab itu, menurut Masduki, bagaimana caranya keragaman budaya itu bisa terus dikreasikan dan terus diperluas pengenalannya ke manca negara sebagaimana inti dari pidato Wapres.

“Bicara musik di tengah pandemi, Wapres juga tidak sedang mengabaikan wabah. Dalam sambutan itu, sekali lagi, musik hanya salah satu aspek saja yang disinggung. Wapres juga menyampaikan apresiasi kerja sama Korea dan Indonesia dalam meringankan dampak pandemi, termasuk kerja sama produksi alat kesehatan,” pungkasnya. (RN, KIP-Setwapres)