Surabaya, wapresri.go.id – Dalam membangun peradaban, penting bagi umat Islam untuk meyakini bahwa mereka memiliki tugas mulia sebagai wakil Allah di bumi (khalifatullah fil ardh), yakni mengelola dan membangun bumi serta peradabannya. Sebagai khalifah yang bertanggung jawab memakmurkan bumi, mereka juga harus berpegang pada dimensi Ketuhanan (rabbâniyyah, teosentris) dan juga dimensi kemanusiaan (insâniyyah, antroposentris).

“Oleh karenanya penting untuk memperhatikan hal berikut, pertama, menempatkan diri sebagai “wakil Allah” yang menjalankan penugasan dari pemberi mandat, yaitu Allah SWT,” ujar Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin ketika membuka Muktamar Internasional I Fikih Peradaban, di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Senin, (06/02/2023).

“Kedua, antar manusia sebagai sesama “wakil Allah” harus saling menguatkan satu sama lain (tasanud), bukan saling bermusuhan (ta’anud), karena pada hakekatnya yang memberi mandat adalah sama, yaitu Allah SWT,’’ tambahnya.

Sementara yang ketiga, Wapres menekankan, antar manusia harus saling menjaga jangan sampai terjadi kegaduhan, karena manusia ini berada di satu bumi yang sama (fii ardhin wahidin). Sehingga, jika terjadi kegaduhan di satu tempat akan berpengaruh pada manusia di tempat lainnya.

“Setiap potensi kegaduhan (atau kerusuhan) harus dicegah bersama dengan cara apapun,” tegasnya.

Lebih jauh, Wapres mengungkapkan bahwa umat Islam pernah menorehkan tinta emas dalam membangun peradaban. Namun, hal itu kemudian mengalami era kemunduran. Sebab, saat ini dunia sudah masuk pada babak baru peradaban, yang merupakan dampak dari globalisasi. Ketentuan dalam fikih yang merupakan respons terhadap peradaban sebelumnya, mungkin tidak cocok lagi untuk merespons peradaban saat ini, sehingga dibutuhkan konstruksi fikih baru yang lebih sesuai dengan peradaban saat ini.

“Oleh karena itu, para ulama dituntut mampu menjawab dinamika peradaban baru ini, yang di banyak sisi sangat berbeda dengan peradaban sebelumnya,” imbau Wapres.

Dalam upaya membangun peradaban, menurut Wapres, peran ilmu pengetahuan (sains) sangat penting, dan bahkan ia berfungsi sebagai kunci peradaban مفتاح العمارة).)

“Tidak benar anggapan bahwa ilmu pengetahuan merupakan penyebab terjadinya kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini. Sumber kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini adalah nafsu serakah manusia yang menyalahgunakan ilmu pengetahuan,” kata Wapres mengingatkan.

Oleh karena itu, sambungnya, penting untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang menguasai kunci peradaban tersebut.

“Yaitu SDM yang unggul, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” tutur Wapres.

Sebelumnya, Wakil Imam Akbar Al-Azhar Syekh Muhammad Al-Dhuwaini menegaskan, agar para ulama dan pemikir Islam melestarikan persatuan umat dan melindungi dari perpecahan. Menurutnya, perpecahan tersebut dimulai dari sekelompok golongan yang memiliki pemikiran sempit dan tidak dapat menerima pemikiran kelompok lain.

Untuk itu, ia meminta agar umat Islam menjunjung pluralitas (keberagaman) yang menuju pada kebenaran, dan mengedepankan dialog jika terjadi perbedaan pendapat.

“Dialog adalah cara untuk menyelamatkan manusia saat ini,” tegasnya.

Sementara, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf mengungkapkan, bahwa terselenggaranya acara ini tidak lepas dari kesepakatan para tokoh-tokoh agama dunia yang hadir dalam acara G20, November 2022 lalu, yang dinamakan dengan R20. Forum ini sepakat untuk membangun gerakan dan kekuatan semua agama untuk mewujudkan dunia yang lebih damai dan lebih harmonis.

NU pun, sambungnya, berinisiatif mewujudkan hal tersebut dari sisi agama Islam dengan menyelenggarakan Muktamar Internasional Fikih Peradaban sebagai rangkaian acara Peringatan Harlah 1 Abad NU tahun ini. Forum ini akan diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya, untuk menghasilkan solusi dari berbagai permasalahan yang terjadi.

“Islam hadir sebagai solusi masalah dan tidak lagi dianggap sebagai bagian dari masalah,” tegasnya.

Sebagai informasi, Muktamar Internasional I Fikih Peradaban ini mengangkat tema “Membangun Landasan Fikih untuk Perdamaian dan Harmoni Global”. Dalam muktamar ini akan diselenggarakan Sidang Pleno I dan II yang diisi dengan para pembicara dari Indonesia dan negara-negara lain, di antaranya K.H. Afifuddin Muhajir, K.H. Quraish Shihab, Abdullah Bin Mahfudh Ibn Bayyah, Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Makki, Al Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al Jufri, Syauqi Ibrahim Allam, Koutoub Moustapha Kano Iffah Umniyati Ismail, Abdul Ghofur Maimun Shaikh dan Ali Jum’ah.

Hadir dalam acara tersebut, Ibu Negara ke-4 Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Penasihat PBNU K.H. Mustofa Bisri, Rois Aam PBNU K.H. Miftachul Akhyar, jajaran PBNU, serta para Duta Besar dari negara-negara sahabat.

Sementara, Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wakil Presiden Ahmad Erani Yustika, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing Guntur Iman Nefianto, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Suprayoga Hadi, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan Velix Wanggai, Staf Khusus Wapres Mohamad Nasir, Masduki Baidlowi, Masykuri Abdillah, Robikin Emhas, Zumrotul Mukaffa, dan Arif Rahmansyah Marbun, serta Tim Ahli Wapres Johan Tedja dan Farhat Brachma. (SK-BPMI, Setwapres)