Jakarta, wapresri.go.id – Sebagai forum terbesar kedua setelah muktamar, Konferensi Besar (Konbes), diharapkan menjadi forum untuk merumuskan kebijakan penting organisasi agar Nahdlatul Ulama (NU) sebagai jam’iyah mampu menjalankan tugas-tugas besar dalam bidang kebangsaan dan keumatan. Untuk itu, Konbes merupakan ajang yang tepat untuk melakukan evaluasi terhadap jalannya organisasi.
“Salah satu bentuk evaluasi itu adalah di satu sisi kita bangga bahwa NU telah menjadi organisasi pioner yang mampu meletakkan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan menjadi satu tarikan nafas dalam dakwah dan perjuangan,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat membuka Konbes NU secara virtual, Rabu, (23/09/2020).
Lebih lanjut Wapres menuturkan, bahwa pemahaman kebangsaan di tubuh NU secara hirarkis telah relatif matang mulai dari pengurus besar sampai ke tingkat pengurus ranting.
“Ini adalah intangible asset (asset non fisik) yang tak banyak dimiliki oleh organisasi-organisasi keagamaan yang lain,” tuturnya.
Tetapi di sisi lain, kata Wapres, dalam menghadapi tantangan ke depan, intangible asset yang sangat berharga itu menjadi kurang berarti mana kala kita tertinggal dalam banyak hal penting yang harus dikelola secara baik.
“Kita ingat kata mutiara yang terkenal dari Sayyidina Ali, Al haqqu bilaa nidzoomin yaghlibuhul baathilu bin nidhoom (kebenaran yang tak terorganisasi dengan baik akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi secara sistemik). Saya optimis bahwa NU mampu menjawab semua tantangan yang dihadapinya, sehingga kita dalam berorganisasi tidak menjadi bagian yang dikhawatirkan oleh kata mutiara yang diucapkan oleh Sayyidina Ali tersebut,” tegasnya.
Selanjutnya, Wapres pun memaparkan tantangan-tantangan yang dihadapi NU mulai dari penguasaan teknologi, ekonomi, hingga pendidikan.
“Salah satu tantangan ke depan yang mesti kita jawab dalam berorganisasi adalah penguasaan teknologi digital (dalam bentuk media sosial dan lain-lain) sebagai alat dakwah masa kini dan masa depan. Sistem dakwah melalui teknologi digital akan lebih efektif karena memungkinkan masyarakat untuk menyimak dakwah kapan saja (anytime), di mana saja (anywhere), dan waktunya pun lebih fleksibel, terutama untuk generasi milenial dan generasi Z,” pungkasnya. (RN, KIP-Setwapres)