Beijing, wapresri.go.id – Sebagai negara yang sekitar 16 juta orang yang terlibat dalam perkebunan dan industri sawit. Indonesia adalah salah satu produsen sawit terbesar di dunia.

Namun amat disayangkan sektor ini terus menghadapi perlakuan diskriminatif dari sejumlah negara, terutama negara Eropa.

Pernyataan tersebut di sampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat menyampaikan pandangan dan masukan Indonesia pada Sesi 3 Leaders Roundtable Belt and Road Forum (BRF II) yang bertajuk “Promoting Green And Sustainable Development To Implement The UN 2030 Agenda‘ di Ji Xian Hall, International Convention Center (ICC), Beijing. Sabtu (27/4/2019.

“Perlakuan diskriminatif ini diterapkan dengan mengatasnamakan isu keberlanjutan (sustainable palm oil),” ujar Wapres.

Wapres menjelaskan bahwa sawit memiliki kontribusi signifikan dalam pencapaian SDGs di Indonesia.

“Pada saat yang sama isu sustainability ini telah menjadi perhatian dari negara produsen sejak lama yang diperkuat dengan dukungan data,” terangnya.

Sayangnya, kata Wapres, semua data tersebut tidak didengarkan.

“Diskriminasi terus dijalankan dan tentunya akan berpengaruh terhadap pencapaian SDGs Indonesia, Oleh karena itu, diskriminasi ini harus dilawan,” tegasnya.

Masukan Indonesia Pada BRF II

Untuk mencapai SDGs, menurut Wapres, tidak ada satupun negara yang dapat melakukannya sendiri.

Oleh karena itu, terangnya, diperlukan sinergi dan kerjasama seperti pentingnya ownership dalam setiap kerjasama.

“Kerja sama ini harus bersifat national-driven bukan donor atau loan-giver driven,” sarannya.

Kemudian yang kedua, lanjutnya, kerja sama juga harus mempertimbangkan isu inklusifitas

“Dengan inklusifitas maka kerja sama Belt and Road seharusnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal semaksimal mungkin,” pintanya.

“Angka pengangguran dapat ditekan bukan justru meningkat;” imbuhnya.

Kemudian, sambung Wapres, partisipasi dan kemanfaatan dari kerja sama BRI harus dapat dirasakan oleh semua.

Berikutnya yang ketiga, kata Wapres melanjutkan, peran swasta harus terus didorong dalam kerja sama BRI.

“Dengan demikian proyek kerja sama tidak terlalu mengandalkan pada hutang pemerintah,” paparnya.

Selanjutnya yang ke empat, tutur Wapres, faktor lingkungan perlu terus dipertimbangkan dalam SDGs.

“Karena isu memelihara lingkungan merupakan bagian integral dari pencapaian SDGs,” paparnya lagi.

Yang terakhir, kata Wapres bahwa dalam meningkatkan kerja sama dalam pemenuhan SDGs diperlukan kepemimpinan kolektif dan shared responsibilities.

Me-first policy” tidak dapat diterapkan jika kita ingin cita-cita SDGs terpenuhi, Disitulah prinsip-prinsip multilateralisme diperlukan,” tuturnya.

“Dunia akan melihat dan mencatat apakah janji kerja sama Belt and Road ini benar akan membawa keuntungan bagi semua,” pungkasnya. (RN KIP-Setwapres).