Jakarta, wapresri.go.id – Pada November mendatang, pelaksanaan otonomi khusus di Papua akan memasuki tahun ke-22 sejak pertama kali dijalankan pada 2001 yang lalu. Seiring perjalanannya, masih terdapat banyak tantangan yang dihadapi, salah satunya terkait peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya Orang Asli Papua (OAP). Pemerintah telah mengupayakan berbagai kebijakan perlindungan sosial untuk menanggulangi hal tersebut, namun tidak dipungkiri kondisi sosial, politik, dan keamanan yang kerap kali tidak stabil terkadang menghambat proses ini.
Oleh karena itu, Sekretariat Wakil Presiden melalui Kedeputian Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan, bekerja sama dengan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), dan The SMERU Research Institute menyelenggarakan Dialog Kebijakan: Perlindungan Sosial Adaptif untuk Orang Asli Papua (OAP) di Ruang Rapat Gedung 2 Lantai 1, Sekretariat Wakil Presiden, Jl. Kebon Sirih Nomor 14, Jakarta, Jumat (27/10/2023).
Dialog ini bertujuan untuk membuka forum diskusi dan opsi kebijakan seluas-luasnya dengan melibatkan berbagai unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, maupun peneliti untuk melihat isu kesejahteraan OAP serta gagasan tentang Perlindungan Sosial Adaptif (PSA) secara objektif.
Acara ini diawali dengan paparan dari para peneliti The SMERU Research Institute, perwakilan Bappenas, serta perwakilan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) terkait dengan riset yang telah dilakukan masing-masing tim dalam mewujudkan Papua sehat, Papua cerdas, dan Papua produktif. Seluruh paparan menyepakati bahwa untuk memberikan PSA di Papua, perlu diperhatikan karakteristik masing-masing wilayah maupun individu.
Sebagai contoh, tidak semua wilayah di Papua memiliki kondisi sosial, politik, dan keamanan yang stabil. Sehingga, kolaborasi serta sinergi antarsektor merupakan sebuah keniscayaan. Disisi lain, penyusunan rencana aksi dan keakuratan data juga menjadi faktor penting dalam implementasi PSA. Dengan demikian, seluruh program yang dijalankan nantinya dapat diukur keberhasilannya maupun hal-hal lain yang memerlukan perbaikan.
Pada kesempatan tersebut, anggota BP3OKP Alberth Yoku, menyampaikan apresiasinya atas riset mendalam yang telah dilakukan terkait implementasi gagasan PSA di Papua. Ia menilai, fakta yang diperoleh dari riset merupakan bukti akurat yang dapat dijadikan dasar dalam membuat sebuah kebijakan.
“Menjawab permasalahan harus berdasarkan fakta dan data. Karena, memiliki keakuratan besar untuk tindakan yang kita ambil,” tutur Alberth.
“Sangat baik untuk kita, dan terus kita lakukan penelitian, dan melalui fakta dan data pasti kita bisa bekerja dengan baik,” tambahnya.
Melalui hasil riset, Alberth meyakini bahwa langkah yang diambil nantinya dapat sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
“Pertama yang harus kita lakukan dari hasil penelitian ini, kita harus lakukan pemetaan cara penanganan mana yang harus pertama dilaksanakan. Apakah resolusi konflik, persuasif, atau yang lain? Setelah itu hal-hal terkait perlindungan dan kesejahteraan baru dapat berjalan seperti pendidikan, pemerintahan, dan lainnya. Sinergitas dan kolaborasi, saya pikir itu kunci yang paling baik yang kita laksanakan,” tutup Alberth.
Sejalan dengan Aberth, Sekretaris Eksekutif BP3OKP yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan Sekretariat Wakil Presiden, Velix Vernando Wanggai menyampaikan bahwa kolaborasi antarsektor merupakan kunci utama dalam keberhasilan akselerasi peningkatan kesejahteraan dan perlindungan jaminan sosial di Papua.
“Ada hal-hal yang harus kita tindak lanjuti dari sisi relaksasi kebijakan sektoral,” imbuh Velix.
“Kemudian komitmen dari lintas kementerian dalam menanganinya,” pungkasnya.
Diskusi yang berlangsung aktif dan dinamis ini, dihadiri diantaranya para anggota BP3OKP, Kelompok Ahli Sekretaris Eksekutif BP3OKP, perwakilan Kementerian/Lembaga, seperti Bappenas, TNP2K, serta para Kepala Dinas Sosial dari berbagai kabupaten di Papua, baik yang hadir secara luring maupun daring. (NN/AS, BPMI – Setwapres)