Bandung, wapresri.go.id – Perkembangan Teknologi Informasi akan mengubah kebiasaan masyarakat. Untuk itu, Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) harus bisa menyesuaikan diri. Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin ketika membuka Konferensi World Zakat Forum (WZF), di The Crown Plaza Hotel, Bandung, Selasa (5/11/2019).
Lebih jauh Wapres memaparkan bahwa penggunaan teknologi dalam institusi zakat dapat meningkatkan transparansi, efektifitas, dan efisiensi manajemen perzakatan, serta meningkatkan kredibilitas lembaga zakat. Sementara, untuk lembaga zakat itu sendiri, penggunaan teknologi mempermudah proses pemasaran, penggalangan dana, dan pemetaan pendistribusian dana zakat yang akurat. Selain itu, bagi wajib zakat (muzakki), teknologi akan mempermudah pembayaran zakat dan memonitor pendistribusian dana zakat yang diserahkan.
Wapres menyatakan, sebagai regulator, pemerintah akan berupaya memfasilitasi pengembangan manajemen perzakatan berbasis teknologi dengan menerbitkan peraturan-peraturan terkait digitalisasi zakat yang mudah diaplikasikan di lembaga zakat.
Meskipun telah tersedia platform digital, Wapres mengimbau, pemanfaatan teknologi tetap harus ditingkatkan. Dalam hal ini Wapres memfokuskan pada tiga area. Pertama, peningkatan kesadaran wajib zakat sehingga efektivitas edukasi tentang zakat juga akan meningkat, sehingga pesan-pesan kewajiban zakat dapat lebih dijangkau masyarakat.
“Tetapi tetap harus dikemas dengan bentuk yang mudah dipahami oleh masyarakat,” tegasnya.
Area kedua, lanjut Wapres, pemanfaatan teknologi pengumpulan zakat diharapkan memberikan kemudahan bagi muzakki.
“Yang ada saat ini cukup baik, tetapi perlu ditingkatkan, terutama kerjasama dengan berbagai platform pembayaran digital, agar semakin banyak pilihan bagi para wajib zakat untuk melakukan pembayaran zakat,” pesan Wapres di hadapan 300 peserta konferensi yang berasal dari 28 negara.
Area ketiga, Wapres menekankan pada pelaporan penyaluran zakat, sehingga masyarakat wajib zakat dapat mengetahui bentuk pengelolaan dan penyaluran.
“Hal ini bertujuan untuk mendorong transparansi pengelolaan zakat dan meningkatkan kredibilitas lembaga amil zakat,” terangnya.
Dalam konteks Indonesia, Wapres mencermati, diperkirakan potensi zakat yang bisa dikelola sangat bersar, yakni Rp. 230 triliun. Dari potensi yang sangat besar tersebut, baru 3,5 % (yakni 8 triliun) saja yang bisa dikelola. Itu artinya, masih sangat besar potensi zakat yang belum terkelola.
“Saya mendapat laporan bahwa dalam 5 tahun terakhir pengumpulan zakat nasional kita tumbuh sekitar 24%. Meskipun telah bertumbuh cukup baik, tapi perlu untuk dilakukan terobosan agar lebih baik lagi, karena masih sangat jauh dari potensi zakat yang ada,” harapnya.
Wapres pun menegaskan, tata kelola manajemen yang baik merupakan kunci utama dalam mendorong peningkatan upaya pengumpulan zakat. Perbaikan teta kelola ini bisa melalui penyempurnaan sistem manajemen, peningkatan kapasitas pengelola, serta sistem monitoring dan evaluasi yang baik.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menyampaikan bahwa pemerintah daerah mempunyai tugas untuk menurunkan kemiskinan. Mengingat 93 persen penduduk Indonesia adalah muslim, maka potensi zakat sangat kuat untuk menurunkan angka kemiskinan, sekaligus memberikan bantuan sosial dan pendidikan.
“Harapan kami BAZNAS [Badan Amil Zakat Nasional] menjadi solusi penanggulangan kemiskinan di Indonesia,” ujar Uu.
Sementara, Ketua BAZNAS Bambang Sudibyo mengatakan, tema “Optimizing Global Zakat Role through Digital Technology” ini diangkat karena saat ini teknologi 4.0 merupakan keharusan dalam industri keuangan. Disamping itu, dana zakat semakin dianggap sebagai bagian yang sangat penting dan sebagai sumber keuangan syariah sosial yang sangat potensial.
“Oleh karena itu, akhir konferensi ini diharapkan menghasilkan resolusi yang baik dalam mengoptimalkan Peran Zakat Global melalui Teknologi Digital,” katanya.
Patut diketahui, konferensi internasional WZF 2019 merupakan kelanjutan dari konferensi tahun sebelumnya yang digelar di Melaka, Malaysia. Konferensi yang digelar pada Desember 2018 ini menghasilkan “11 Resolusi Melaka 2018”, yang secara garis besar menyerukan penguatan kerja sama zakat global.
Sebelumnya, serangkaian konferensi telah diselenggarakan di Bogor (2011), New York (2014), Banda Aceh (2015), Kuala Lumpur (2015), Jakarta (2017), dan Melaka (2018). Awalnya, pada tahap inisiasi forum ini hanya memiliki 9 anggota dari Indonesia, Malaysia, Qatar, Kuwait, Turki, Inggris, Bahrain, Yordania, Sudan, dan Arab Saudi.
Hadir mendampingi Wapres, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar dan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto (SK-KIP, Setwapres)