Jakarta, wapresri.go.id – Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menerima Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (18/03/2019). Rombongan dipimpin oleh Alwi Hamu selaku Ketua Umum SPS masa bakti 2019-2023.

Dalam audiensinya, Alwi Hamu menyampaikan bahwa SPS memiliki misi untuk mengembalikan semangat membaca masyarakat terutama remaja dan anak muda.

Lebih jauh Alwi Hamu mengungkapkan keinginan SPS untuk bekerja sama dengan perusahaan internasional yang melayani jasa internet di Indonesia dalam hal berbagi keuntungan melalui iklan dengan perusahaan pers di Indonesia.

“Seperti misalnya yang dilakukan oleh Thailand, Malaysia, Singapura, New Zealand, Australia. Hal ini menyangkut hak perusahaan pers di Indonesia dan Pemerintah,” ujarnya.

Sejalan dengan Alwi, salah satu perwakilan SPS, Suryo Pratomo menerangkan studi kasus yang sudah berjalan di Thailand, dimana asosiasi pers di negara tersebut membuat konsorsium untuk membuat ekosistem periklanan media yang berkeadilan.

“Jadi selain pajaknya masuk ke negara, karena perusahaan internet ini mengambil konten tadi seperti yang pak Ketum sudah sampaikan, lalu ada kesepatakan dengan publisher lokal maka ada sharing revenue,” jelasnya.

Oleh karena itu, SPS berencana mengadakan suatu simposium yang akan mengundang negara-negara yang memiliki pengalaman yang sama untuk datang ke Indonesia dan belajar dari pengalaman tersebut.

“Termasuk nanti Pemerintah kita undang supaya ada pembelajaran. Sehingga kita bisa sama-sama menikmati industri media yang kondusif,” terang Suryo.

Perwakilan SPS lainnya, Arif Budi Susilo, menambahkan bahwa SPS ingin membangun konsensus baru di industri media agar menjadi lebih equal dengan perusahaan internet yang beroperasi di Indonesia.

“Karena selama ini model bisnis digital ini belum diketahui. Jadi akhirnya dampak sosial ini besar karena semua ingin dapat klik yang besar, judulnya aneh-aneh begitu, sehingga banyak fake, banyak hoax, dan sebagainya, seperti yang terjadi sekarang ini karena belum ketemu model bisnis ini,” ungkap Arif.

Menanggapi hal tersebut, Wapres meminta SPS untuk melakukan koordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika agar dapat membangun kesepakatan dalam menciptakan ekosistem periklanan media yang berkeadilan.

Terkait dengan perkembangan teknologi saat ini, Wapres mengakui hal tersebut menyebabkan banyak perubahan.

“Saya bilang di ibadah pun malah terpengaruh teknologi. Jadi kalau dulu sebelum shalat selalu mengatakan agar shaf diluruskan, diisi yang kosong. Sekarang ditambah, ada handphone dimatikan,” ujarnya.

Wapres juga melihat bahwa minat baca anak muda sekarang tidak berkurang, hanya saja terjadi perubahan cara membacanya.

“Anak-anak tidak kurang membaca, malah kelebihan membaca. Cuma berubah dari baca koran ke baca buku, ke baca gadget. Rata-rata anak-anak kita 4 sampai 5 jam sehari membaca,” terangnya.

Namun wapres berpendapat bahwa digitalisasi bukan jawaban dari industri masa depan. Berkaca pada penerapan sistem robotic atau automatic dalam banyak hal, maka dapat menimbulkan lemahnya ekonomi masyarakat.

“Saya percaya itu bukan solusi. Karena kalau anda ingin semua dalam automation atau robotic, siapa konsumer anda, siapa yang beli baju, siapa yang beli mobil, siapa yang beli makan restoran. Kalau anda gantikan robot, orang tidak bekerja, nganggur, dari mana dapat pendapatan untuk belanja,” pungkasnya. (NN/SK – KIP, Setwapres)