السلام عليكم و رحمة الله و بركاته،
بسم الله و الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله و على آله وصحبه و من والاه. سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا إنك أنت العليم الحكيم.
اللهم ارزقنا المعارف الربانية و اللطائف الرحمانية و الأسرار الربانية و الوالدات الإلهية و العلوم اللدونية و بلغنا رتبة الإحسان و وحدة الشهود و الحمد لله رب العالمين.

المكرمين حبائبنا الأفاضل و علماءنا الكرام
yang saya hormati Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Anggota DPR RI, Gubernur DKI Jakarta, Dewan Syura Majelis Rasulullah SAW, و بالخصوص حبيبنا Nabil al-Musawa, Imam Besar Masjid Istiqlal, Habibana Ali Al Jufri, حبيبنا الكريم assegaf, حبيبنا Salim bin Umar, حبيبنا Hamid bin Umar, dan para ulama, para habaib, hadirin, dan hadirat yang saya muliakan.

Saya bergembira karena pada malam ini saya ikut hadir di dalam Pembukaan Tabligh Akbar Majelis Rasulullah SAW setelah تَوَقُّف selama tiga tahun. Oleh karena itu, momen malam ini dan tahun ini marilah kita jadikan untuk lebih menjadikan diri kita semua sebagai orang mukmin yang benar atau mukmin yang حَقّ. Mukmin yang benar, itu mukmin yang senantiasa memenuhi panggilan Allah SWT,نِدَاء الله، نِدَاءالحق . Allah menyatakan dalam Al-Qur’an:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.
“Orang mukmin itu kalau dipanggil oleh Allah dan rasulnya untuk melaksanakan hukum-hukumnya, tidak ada kalimat lain yang dijawabnya kecuali satu saja, yaitu: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا,من غير توقف tanpa ditunda-tunda. Kalau kegiatan majelis boleh ditunda, tapi panggilan Allah, نِدَاءالحق tidak boleh ditinggal, ditunda-tunda”.
Dan seperti itulah sikap umat Islam pada zaman Rasulullah SAW.

Sebagai contoh, ketika Allah SWT melarang orang meminum khamr خمر, bermain judi. Ketika Allah menyatakan:
اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ
“Bahwa khamr dan judi, وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ, dan seterusnya juga, itu adalah kotoran setan”. Kata Allah, فَاجْتَنِبُوْهُ “hendaknya kalian menjauhi itu”. Kemudian Allah menyatakan, فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ “Apakah kamu mau berhenti?”. Jawabnya tidak ada lain, نعم يا ربي، اِنْتَهَيْنَا, اِنْتَهَيْنَا “iya ya Allah kami berhenti”. Padahal waktu itu orang suka minum, bahkan خَمْر itu bukan botolan tapi bergribah-gribah. Gribah itu kulit unta yang besar, biasanya tempat air juga dijadikan tempat minuman keras di rumah-rumah, di kedai-kedai, bergribah-bergribah. Kalau bahasa kita itu berdrum-drum, banyak. Tapi ketika فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ “Apa kamu mau berhenti?” Jawabnya اِنْتَهَيْنَا, اِنْتَهَيْنَا يا ربى “Kami berhenti”. Tidak ada nanti dulu, biar habis dulu. Sehingga diceritakanlah ketika itu dilarang, seluruh selokan-selokan, parit-parit di Madinah penuh dengan khamr karena semuanya dibuang, من غير توقف , tanpa menunda-nunda.

Kenapa itu terjadi? Karena Rasulullah memang sudah membersihkan hatinya, membersihkan jiwanya. Sudah تزكية أنفسهم و تطهير قلوبهم hatinya sudah bersih, bersih. Sehingga begitu datang perintah Allah maka langsung لَبَيْكَ اللَّهُمَّ لَبَيْكَ. Orang masih mau tidak mau, atau masih menunda itu karena hatinya belum bersih. Karena itu, Imam Ibnu Athaillah memerintahkan kepada kita, mengatakan اخرج من أنفاس بشريتك عن وصف يناقض عبوديتك, dalam satu riwayat menyatakan عن وصف مناقض لعبوديتك لتكون لنداء الحق مجيبا و من حضرته قريبا “keluarlah kalian dari sifat kemanusiaan kalian, sifat manusia yang menghalangi penghambaan kalian kepada Allah supaya kalian bisa memenuhi panggilan Allah, نداء الحق dan supaya dekat di sisi Allah SWT.

Panggilan itu ada berbentuk, يَا بَنِي آدَمَ “Hai anak Adam”, ada yang berbentuk يا أيها الناس “Wahai manusia”, ada yang berbentuk يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا “Wahai orang yang beriman”. Tapi tidak semua orang menyahut. Karena apa? Karena ada sifat-sifat manusia yang tidak baik. Syekh Nawawi al Bantani mengatakan, sifat itu sifat, صفة الشياطين و البهائم sifat setan yang ada dan binatang buas yang ada di diri kita. Apa itu? تكبر sombong, misalnya itu, رياء, عجب, سمعة ingin didengar orang. Dan diganti hendaknya itu dengan sifat-sifat mukminin, صفة عبودية, صفة رحانيين, ikhlas, jujur, patuh, suka berzikir. Karena apa? Karena kata Syekh Nawawi Al Bantani, أن العبد إنما يكون مجيبا من غير توقف عند زوال مناقضة العبودية orang bisa menyambut, memenuhi panggilan Allah tanpa menunda-nunda apabila sifat-sifat yang menghalangi itu sudah hilang. Dan kalau itu sudah hilang, لأنه عند زوالها يدخل الحضرة, dia masuk kepada حضرة الله, و يصير عند الله, dia ada di sisi Allah SWT.
Kalau orang sudah ada di sisi Allah, dia mendengar panggilan. Dan panggilannya tidak lagi menggunakan يبنى آدم, tidak lagi menggunakan يا أيها الناس, tidak menggunakan يا أيها الذين آمنوا, tapi يا عبدي, wahai hambaku. Panggilannya hambaku. Bukankah semua orang itu hamba Allah? Dalam arti umum iya, dalam arti yang hakiki, dalam arti yang sesungguhnya, hamba Allah hamba yang memenuhi panggilan Allah. Itulah hamba yang tidak bisa disentuh setan. Yang dikatakan oleh Allah, إِنَّ عِبَادِى لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَٰنٌ, “Hambaku tidak akan ada kemampuan atas mereka, tidak bisa disentuh oleh setan”. Mudah-mudahan kita semua menjadi hamba Allah yang demikian itu.

Selain نداء الله, ini penting buat saya sebagai Wakil Presiden, sebagai bangsa Indonesia kita juga harus memenuhi نداء الوطن, panggilan tanah air. Karena tanah air selalu memanggil kita. Kalau dulu panggilan tanah air adalah untuk berjihad mengusir penjajahan dari bumi pertiwi.

Oleh karena itu, para kiai, para santri, semua terjun karena mereka berprinsip حب الوطن من الإيمان, cinta tanah air sebagain dari iman. Jadi, waktu itu jihad melawan penjajahan. Sekarang, kita juga dipanggil untuk berjihad tapi jihadnya jihad ekonomi, جهاد الاقتصاد, karena apa? Karena kita sekarang sedang menghadapi pemulihan ekonomi akibat covid yang tidak saja menghancurkan kesehatan, sosial, tapi juga ekonomi, sehingga kita perlu dipulihkan.

Dan kedua, menghadapi apa yang kita sebut dengan krisis global, yaitu krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan. Supaya apa? Supaya kita hidup dalam keadaan yang baik, jihad ini. Dan menjaga kehidupan yang baik. Kata ulama: محافظة الحياة menjaga kehidupan yang baik, برعاية ضرورياتها و حاجياتها و تحسينياتها. Adalah salah satu مقصد من مقاصد الكبرى للشريعة الإسلامية merupakan salah satu tujuan besar daripada tujuan syariat Islam dengan menjaga kebutuhan yang sifatnya ضروري, primer, yang mesti ada, dan yang حاجي, حاجيات, yang harus ada, kalau tidak, menjadi sempit, yang sekunder, dan juga yang تحسينيات yaitu yang pelengkap, yang aksesoris, atau yang tersier.

Jadi, untuk ini, ini adalah merupakan kewajiban kita sendiri. Apakah kita tidak harus tawakal saja menghadapi itu, tidak perlu kita melakukan itu. Nah ini, para ulama, Syekh Nawawi mengatakan التوكل و الأسباب لا منافة بينهما, antara tawakal dan sebab tidak saling menafikkan, tidak saling meniadakan. Dua-duanya kita raih, karena apa? التوكل محله في القلب, tawakal itu adanya di hati dan juga sabab itu adanya di dalam panca indera. Saya kira itu.

Oleh karena itu, mari kita sebagai muslim bangsa Indonesia yang mencintai tanah air, kita juga menyambut نداء الحق dan juga نداء الوطن. Mudah-mudahan dengan begitu agama kita kuat, kita menjadi mukmin yang sejati, dan kita juga menjadi seorang Indonesia yang benar.

Barangkali itu yang dapat saya sampaikan. Mudah-mudahan dengan tabligh akbar yang berputar kembali, suasana kehidupan keagamaan kita akan semakin semarak.

أقول قولي هذا و أستغفر الله العظيم
إن أريد إلا الإصلاح ما استطعت
و ما توفيقي إلا بالله، و الله الموفق إلى أقوم الطريق
و السلام عليكم و رحمة الله وبركاته