Yogyakarta, wapresri.go.id – Kerukunan umat beragama unsur utama dari kerukunan nasional. Untuk itu Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dibangun untuk menjaga kerukunan umat nasional.
“Kalau ini terganggu maka kerukunan nasional akan terganggu. Karena itu kerukunan umat beragama adalah kunci,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat bertemu dengan FKUB DIY di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Jum’at (24/1/2020).
Lebih lanjut, Wapres mengungkapkan bahwa Indonesia yang terdiri dari berbagai ras, etnis dan agama tetapi bisa bersatu menjadi NKRI karena adanya dialog dan kesepakatan sehingga lahir titik temu yakni Pancasila.
“Karena ini termasuk kesepakatan. Oleh karena itu umat Islam menamakan Pancasila dan UUD 1945 sebagai kesepakatan nasional.
“Kita mampu sampai hari ini mengawal kesepakatan itu,” ujarnya.
Waprespun inginkan kehidupan bangsa Indonesia itu dapat menjadi contoh bagi negara lain.
“Kita ingin Indonesia menjadi model. Bagaimana menjaga kedamaian, solidaritas, dan demokrasi di dunia ini,” pintanya.
Sesungguhnya ketidakdamaian itu, kata Wapres, karena tidak ada dialog atau sesudah dialog tidak terdapat kesepakatan.
Wapres menambahkan kesepakatan sering dicederai atau dibatalkan oleh pihak tertentu. Bagaimana menjaga kesepakatan itu agar menjadi damai dan tidak menjadi konflik sehingga Indonesia menjadi contoh.
“Forum Ini justru memberikan stimulan agar kita terus menjaga kerukunan,” bebernya.
“Maka itu, kita membangun FKUB provinsi maupun kab/kota,” imbuhnya.
Ada empat bingkai yang harus diperkuat untuk menjaga kerukunan nasional.
Dihadapan para majelis tokoh lintas agama se-DIY, Wapres paparkan empat bingkai yang harus diperkuat untuk menjaga kerukunan nasional.
Yang pertama, kata Wapres, bingkai politik yang disebut 4 pilar atau kesepakatan/konsensus nasional. “Tidak hanya kesepakatan tapi juga implementasinya,” ucapnya.
Yang kedua, terang Wapres, adalah penegakan hukum atau bingkai yuridis. “Memperkuat aturan yang bisa mencegah rusaknya keutuhan bangsa ini,” paparnya.
Kemudian bingkai ketiga, jelas Wapres, sosiologis, yaitu kearifan lokal. “Yogya punya kearifan lokal yang kuat dan tidak ada konflik agama,” pujinya.
Bingkai keempat, urai Wapres, adalah bingkai teologi. “Supaya agama-agama membangun teologi kerukunan bukan teologi konflik,” terangnya.
Intoleransi, Radikalis dan Kontra Radikalis.
Terkait adanya kelompok-kelompok intoleran sebagaimana yang disinggung Gubernur DIY, menurut Wapres, bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi muncul juga di banyak negara.
“Tantangan kita sekarang tadi sudah disebut pak Gubernur yaitu adanya kelompok-kelompok intoleran. Bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga global. Kita tidak boleh memberikan kesempatan pada kelompok intoleran,” pesannya.
Wapres menjelaskan timbulnya radikalisme mulai dari cara berpikir intoleran lahirlah radikalisme dan ujungnya terorisme. Oleh karena itu, sambung Wapres, pemerintah memandang perlu secara serius melakukan upaya penangkalan radikalisme.
“Saya ditugaskan Bapak Presiden untuk menggalang upaya penangkalan ini. Karena itu saya mengoordinasikan seluruh K/L secara bersama-sama menangkal ini,” bebernya.
Selain itu, Wapres juga menjelaskan pengertian dan penanganan kontra radikalisasi dan deradikalisasi.
“Ada dua yang harus dilakukan dalam upaya kontra radikalisasi dan deradikalisasi. Kontra radikalisasi artinya ketika kelompok tertentu upaya melakukan radikalisasi maka kita perlu menangkal jangan sampai masyarakat terprovokasi oleh cara berpikir radikal,” urainya.
Untuk menangkal ini, menurut Wapres, cegah cara berpikir intoleran sehingga tidak berkembang. Untuk itu harus ditanggulangi dari hulu ke hilir, melalui lembaga pendidikan dari PAUD sampai ke pendidikan tinggi.
“Ada berbagai upaya kontra radikalisme melibatkan semua kementerian yang membangun cara paham yang moderat. Islam yang moderat dan rahmatan lil alamin,” tandasnya.
“Ini yang harus disosialisasikan Islam yang wasatiah, toleran. Oleh karena itu salah satu yang harus dikuatkan dalam menjaga keutuhan bangsa ialah bingkai teologi,” pesannya.
Mengakhiri sambutannya Wapres tak lupa memuji Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X yang telah berhasil menjaga kerukunan umat beragama.
“Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Gubernur DIY selaku Forkompinda yang berhasil menjaga kerukunan umat beragama dengan sangat baik dan menjadi contoh bagi seluruh provinsi di Indonesia,” tutupnya.
Sebelumnya, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan bahwa silaturahmi ini mengandung dua makna penting di Yogyakarta ini.
Pertama, kata Sri Sultan, forum ini dipandang tepat untuk mengembalikan memori kolektif sebagai bangsa.
“Republik Yogya (jaman dulu) telah merefleksikan perjuangan bersama tanpa membeda-beda keyakinan, suku, ras, golongan, status sosial, dan lain-lain. Di kota inilah proses menjadi Indonesia diwujudnyatakan dalam semangat kebhinekaan tunggal ika yang disemaikan, dipupuk, dan dibangun bersama,” kenangnya.
Kedua, urai Sri Sultan, memulihkan citra kota toleransi yang akhir-akhir ini sering dicederai oleh perilaku intoleransi dan tindak kekerasan oleh mereka yang keyakinannya tentang agama belum paripurna.
“Padahal bukankah ajaran Islam ada untuk semesta dan memuat tema kemanusiaan,” ucapnya.
Menutup sambutannya Sri Sultan menyampaikan permohonan agar Bapak Wapres sebagai sosok pimpinan Islam terkemuka menjadi leader modern Islam kemanusiaan,” tuturnya. (RN, KIP-Setwapres)