Jakarta, wapresri.go.id  – Salah satu pilar strategi nasional pencegahan stunting adalah komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara, yakni Presiden dan Wakil Presiden. Untuk memastikan visi, arahan dan pimpinan tersebut dapat tersosialisasi dan diterjemahkan ke dalam kebijakan yang tepat sasaran dan memadai di semua daerah, maka diperlukan komitmen kepemimpinan daerah.

“Political will harus berawal dari pimpinan karena melibatkan lintas OPD [Organisasi Perangkat Daerah],” tegas Wakil Gubernur (Jatim) Jawa Timur (Jatim) Emil Elistianto Dardak dalam sesi Talkshow “Praktik Baik Mendorong Konvergensi di Provinsi dan Kabupaten”, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, (2/10/2019).

Talkshow tersebut merupakan rangkaian acara dari Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Program Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) yang diselenggarakan Deputi Dukungan Kebijakan bidang Pemberdayaan Manusia dan Pemerataan Pembangunan dan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK), Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), pada 1 s.d. 4 Oktober 2019.

Emil memaparkan, Jawa Timur dengan jumlah penduduk 39.500.851 dengan luas wilayah administrasi yang terdiri dari 38 kabupaten/kota, 666 kecamatan dan 8.501 desa/kelurahan berhasil menurunkan angka stunting 3,3 persen. Jika pada tahun 2013 presentasi balita stunting mencapai 35,8 persen, di tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 32,5 persen.

Pemetaan lokus prioritas penurunan stunting di provinsi ini pun mengalami penambahan. Pada 2019 terdiri dari 12 lokus kabupaten, yaitu Trenggalek, Malang, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, dan Kediri. Sementara pada 2020 mendapat 4 penambahan lokus, yaitu Ngawi, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya.

Emil kemudian menjelaskan strategi yang dilakukan Pemerintah Jatim dalam mengimplementasikan lima pilar pencegahan stunting di daerah tersebut. Pilar 1 komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara, dengan membuat draft Peraturan Gubernur tentang Penurunan Stunting Jawa Timur. Di samping itu, 9 kabupaten/kota lokus stunting sudah memiliki Peraturan Bupati Pencegahan dan Penurun Stunting.

Sementara, pilar 2 kampanye perubahan perilaku, dengan melakukan kampanye nasional cegah stunting di Jatim pada 14 Desember 2018, dan tersedianya dokumen strategi komunikasi perubahan perilaku stunting di 8 kabupaten lokus stunting.

Untuk mendukung pilar 3 konvergensi program, Pemerintah Jatim melakukan Rapat Koordinasi Tim Pokja Stunting setiap triwulan pada 2019. Pilar 4 akses pangan bergizi dengan membuat Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD PG) dan pemanfaatan makanan lokal. Pilar 5 yakni pemantauan dan evaluasi dengan melakukan penilaian kinerja kabupaten atau kota lokus stunting pada tahun 2019.

Emil kembali menekankan, keberhasilan Pemerintah Jatim menurunkan presentasi balita stunting tak lepas dari dukungan semua pihak. Namun, Pemerintah Provinsi harus membuat trobosan agar semua yang terlibat dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

“Kami mencoba melihat secara keseluruhan, kami coba memfasilitasi akses kepada stakeholder yang dilibatkan dan membuat trobosan-trobosan yang didukung provinsi,” ungkapnya.

Selain Wagub Jatim, Bupati Bangka Mulkan juga berbagi pengalaman kepada para peserta dari 501 kabupaten/kota yang hadir pada talkshow tersebut.
Mulkan memaparkan, dengan jumlah penduduk sebesar 317.052 jiwa dan memiliki 8 kecamatan, presentasi balita stunting mencapai 32,27 persen di tahun 2013. Hal ini menyebabkan kerugian yang sangat signifikan, di sektor ekonomi sekitar 293 – 439 miliar rupiah, dan juga sektor kesehatan, bahkan 54 persen mengalami kematian.

Kemudian Mulkan menjabarkan visi dan misi RPJMD 2019-2023. Dengan visi “Bangka Setara” dan misi 2 mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berintegritas, diharapkan tidak ada lagi balita stunting di tahun 2023.

“Kami berkomitmen bagaimana mewujudkan SDM berkualitas dan berdaya saing untuk mencapai target ambisius zero stunting pada tahun 2023 di Kabupaten Bangka,” ucapnya.

Misi tersebut, lanjut Mulkan, dituangkan dalam 7 aksi pengelolaan stunting pengelolaan stunting yang meliputi kelembagaan, advokasi, pernikahan, kehamilan, pengasuhan, sanitasi dan inovasi.

Untuk konvergensi lembaga, Mulkan menjelaskan bahwa Kabupaten Bangka telah menetapkan 19 regulasi sekaligus melakukan advokasi dengan media massa dan komunitas pers. Selain itu berbagai inovasi pun dilakukan, seperti E-Kembang Desa (Kemiskinan Bangka dengan sistem dan aplikasi), public service center, Bang Muda (Bangka mudah dapat akta) dan isbat nikah (legalisasi pernikahan siri.

Menurut Mulkan, berbagai aksi dan inovasi yang dilakukan dengan melibatkan seluruh perangkat daerah membuat prevelansi stunting di Kabupaten Bangka pun mengalami penuruan, di tahun 2013 32,23% di tahun 2019 menjadi 8,9%.

“Program percepatan penurunan stunting ini, bukan hanya tugas Bappeda atau Dinkes, namun tugas kepala daerah untuk dapat mensinergikan,” pungkasnya.

Usai paparan, acara dilanjutkan dengan diskusi, dimana peserta yang hadir tampak antusias bertanya. (SK-KIP, Setwapres)