Jakarta, wapresri.go.id – Pada 2024 mendatang, pemerintah akan terus melaksanakan strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan, khususnya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dengan target nol persen, meskipun tren penurunannya sudah dalam track yang diharapkan. Berdasarkan hasil Susenas pada Maret 2023, angka kemiskinan ekstrem sudah berada pada 1,12% atau mengalami penurunan sebesar 0.92% poin dari periode Maret 2022, yang merupakan penurunan angka kemiskinan terbesar dalam 5 tahun terakhir.

Sementara itu, Susenas Maret 2023 menunjukkan bahwa angka kemiskinan nasional baru mencapai 9,36% atau masih di bawah target RPJMN 2020-2024 yakni 6,5-7,5%. Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan kebijakan khusus melalui berbagai program di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, untuk dapat menurunkan sedikitnya 1,86% poin untuk mencapai 7,5% pada 2024.

Demikian disampaikan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden selaku Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Suprayoga Hadi, pada Media Briefing bersama awak media, di Auditorium Kantor Sekretariat Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Lebih lanjut, pada kesempatan ini, dijelaskan bahwa untuk mencapai target kemiskinan nasional, dibutuhkan upaya yang lebih intens dari sisi pemerintah, termasuk dalam melibatkan pelaku dan mitra non-pemerintah melalui pendekatan kolaboratif dan kemitraan pentahelix. Hal ini perlu disikapi secara khusus bukan sebagai business as usual, terlebih dengan mempertimbangkan proyeksi inflasi 2023 dan perkiraan tingkat kemiskinan nasional pada 2024 berkisar antara 9,17-9,34%.

Sejumlah kebijakan penurunan kemiskinan ekstrem dapat menjadi pembelajaran bagi pemerintah dalam rangka penurunan angka kemiskinan nasional. Setidaknya, terdapat empat hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam upaya penurunan tingkat kemiskinan nasional, yaitu: (1) konvergensi program, di mana kelompok sasaran keluarga miskin dan rentan menerima manfaat bantuan dari seluruh program yang ada;
(2) kualitas implementasi program khususnya terkait pencairan anggaran yang tepat waktu untuk program kemiskinan; (3) perbaikan pensasaran program, khususnya dengan terus menekan angka exclusion error kelompok miskin yang tidak menerima program; dan (4) meningkatkan akses kelompok miskin pada layanan/infrastruktur dasar seperti sanitasi dan air bersih.

Upaya penurunan jumlah penduduk miskin termasuk penghapusan kemiskinan ekstrem di atas, selama ini telah dan akan terus dilanjutkan melalui tiga strategi, yaitu (1) pengurangan beban pengeluaran melalui program bantuan dan perlindungan sosial; (2) peningkatan pendapatan masyarakat miskin melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin; dan (3) pengurangan kantong-kantong kemiskinan melalui program peningkatan sarana dan prasarana permukiman khususnya di tingkat desa dan kawasan perdesaan.

Dukungan pemerintah dalam melaksanakan ketiga strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) tersebut juga terus meningkat, di antaranya ditunjukan dengan peningkatan anggaran perlindungan sosial yang mencapai Rp493,5 triliun pada 2024. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan APBN 2024 untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, dengan pagu anggaran program pemberdayaan ekonomi 2024 senilai Rp76,3 triliun. Dengan demikian, penghapusan kemiskinan ekstrem telah menjadi salah satu strategi kebijakan fiskal jangka pendek pemerintah.

Dalam rangka pencapaian sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem dan sekaligus penurunan angka kemiskinan yang lebih signifikan di 2024, selain peningkatan dukungan APBN, dibutuhkan pula peningkatan komitmen dan dukungan pembiayaan dari pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, hingga tingkat desa yang lebih optimal, melalui pengalokasian APBD dan APBDesa yang lebih afirmatif dalam pelaksanaan intervensi strategi pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan pengurangan kantong kemiskinan di daerah hingga tingkat desa.

Melalui ketiga strategi itu, maka program-program penanggulangan kemiskinan dan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan pemerintah desa, serta mitra non-pemerintah seperti swasta, perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, dan lainnya dapat lebih intensif dikolaborasikan.

Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan dan PPKE, pemerintah tetap konsisten untuk terus memperbaiki penetapan sasaran, cakupan, dan wilayah penerima manfaat program dengan menggunakan Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem atau Data P3KE. Dengan data P3KE ini, target penerima manfaat program kemiskinan ekstrem bisa lebih tepat sasaran dalam intervensinya. Untuk perkembangan selanjutnya, uaya perbaikan pensasaran ke depannya akan mengoptimalkan pendayagunaan dari hasil Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang saat ini tengah dalam proses penyiapan regulasi untuk pengelolaan dan pemanfaatannya lebih lanjut. (RN-BPMI Setwapres)