Jakarta. Pengambilan sebuah keputusan selalu dihadap pada risiko, baik risiko besar maupun kecil. “Pemerintah menaikkan harga BBM, ada risikonya, tapi ada manfaatnya, karena itu kita ambil,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka Risk and Governance Summit 2014 di Hotel Dharmawangsa Jakarta, Selasa 18 Oktober 2014.

Wapres menggarisbawahi bahwa kita tidak bisa memilih tanpa risiko. Tiap hari kita berbicara kemungkinan risiko dan ujungnya diupayakan agar diperoleh manfaat yang lebih besar dari risikonya. “Disitulah perlu tata kelola, memperkecil risiko dan meningkatkan manfaat,” ucap Wapres.

Bahkan, kata Wapres, pengumuman keputusan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dilakukan sendiri oleh Presiden Joko Widodo. “Kita putuskan jam-jam terakhir untuk dibacakan Presiden. Kita siap menanggung risiko dan siap tidak popular,” ujar Wapres.

Dalam beberapa kesempatan, Wapres menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM subsidi karena subsidi sudah tidak tepat sasaran. Dan kenaikan ini dilakukan untuk mengalihkan subsidi konsumtif menjadi subsidi yang produktif, seperti dialihkan ke bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.

Terlalu besarnya anggaran pemerintah untuk pengeluaran rutin, birokrasi dan subsidi adalah penyebab ketidakmampuan APBN menstimulasi perekonomian negara. APBN ini adalah salah satu dari dua instrumen yang dimiliki pemerintah untuk untuk mempengaruhi ekonomi nasional. “Anggaran negara dibelanjakan kepada sektor-sektor konsumtif yang tidak memberikan multiplier effects,” ucap Wapres.

Instrumen lainnya yang dimiliki pemerintah adalah kebijakan. Dikatakan Wapres, seringkali pemerintah terlambat mengambil keputusan bahkan terkadang melakukan pembiaran. Hal ini, kata Wapres, tidak akan terjadi lagi, karena pemerintah menyadari pentingnya kecepatan dalam bertindak. “Dalam hal penegakan hukum kita ingin keras, tapi kadang menimbulkan kelambatan, sehingga tidak ada keputusan,” ucap Wapres.

Pemerintah juga akan menetapkan standar-standar dalam kebijakan berinvestasi. Aturan-aturan tentang pembangunan pembangkit listrik, jalan tol dan investasi di bidang energi akan diperjelas. “Tanpa APBN yang baik dan kebijakan yang lambat akan memberikan pengaruh buruk pada perekonomian,” pesan Wapres.

Tetapi kondisi APBN yang sangat timpang dalam beberapat tahun ini, justru memberikan keyakinan Wapres bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dipacu hingga 7 persen. “Kalau kita ingin tumbuh 7 persen ada idle capacity yang dapat ditingkatkan. Anggaran kita perbaiki, kecepatan kita perbaiki,” kata Wapres.

Di awal sambutannya, Wapres menganalogikan bidang keuangan di sektor perbankan, pasar modal, lembaga keuangan seperti aliran darah di dalam tubuh kita. Tidak ada kegiatan yang tidak melibatkan sektor keuangan, kata Wapres, seperti sakit apapun bisa dilihat dengan melihat hasil cek darah. Demikian pula dengan sebuah perusahaan, maju atau tidaknya dapat dilihat dari sisi neraca keuangan. Dengan tata kelola perusahaan yang baik, sistem kita dapat mengurani risiko. “Dan tentunya lembaga itu dapat berkembang sekaligus punya manfaat,” ucap Wapres.

Dalam pengelolaan keuangan negara, unsur kehati-hatian pun harus dikedepankan. Parameter yang digunakan dalam ekonomi suatu negara adalah besarnya suku bunga, inflasi dan juga besarnya defisit keuangan negara. Pengalaman dari krisis yang terjadi pada tahun 1998 menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan karena tindakan yang keliru tersebut hingga kini masih terasa.

Wapres mengatakan bahwa krisis yang berawal di Thailand dan berimbas ke Indonesia ini, hingga kini tidak kurang Rp. 125 Triliun atau 6 persen dari APBN untuk membayar hutang-hutang lama. “Begitu besar efeknya karena kesalahan yang terjadi,” ucap Wapres.

Kini pemerintah dan otoritas keuangan dituntut untuk dapat mengantisipasi krisis. Pemerintah perlu melakukan tata kelola yang baik dan mulai memperhitungkan risiko-risiko yang dihadapi saat terjadi krisis, serta dituntut untuk mengambil keputusan secara cepat.

Beberapa perubahan yang terjadi pada sektor keuangan setelah reformasi tahun 1998 adalah terbentuknya Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen dan juga OJK yang independen.

Wapres menggarisbawahi bahwa risiko di bidang keuangan tidak pernah berdiri sendiri. Hari-hari ini misalnya, bank yang memberikan kredit ke sektor pertembangan mulai mengalami kesulitan. “Bukan salah menghitung tapi karena kondisi eksternal. Harga batubara turun, karet turun, tentu di luar perhitungan analis,” ucap Wapres.

Dalam acara yang dihadiri oleh anggota DK OJK Ilya Avianti, narasumber, pimpinan lembaga keuangan, dan penggiat bidang governance, Wapres mengajak semua pihak untuk bersama-sama membangun bangsa. “Niat baik dan kemampuan dan juga upaya bersama yang menjadikan negara ini menjadi besar.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Muliaman Hadad mengatakan bahwa membangun good governance merupakan kebutuhan dasar untuk mewujudkan industri keuangan yang kuat dan memiliki daya saing secara global. Muliaman juga menggarisbawahi bagaimana mengkombinasikan beberapa aktivitas governance dalam suatu organsiasi adalah penting. “Upaya ini memerlukan effort yang tidak kecil,” ujar Muliaman.

Topik governance dikatakan Muliaman, selalu menarik bahkan terus dibicarakan sejak pengalaman krisis beberapa tahun yang lalu. “Agar kita lebih resilience menghadapi krisis yang akan datang nantinya, terutama yang datang dari luar. Kita perlu membangun prinsip-prinsip good corporate governance agar lebih resilience dan kita sudah punya cara yang lebih efektif,” kata Muliaman.

****