Jakarta. Sosok Rachmat Saleh, Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 1973-1983 adalah sosok visioner yang menanamkan kejujuran dan kerja keras. Rachmat Saleh tidak hanya membangun sebuah bank, tetapi ia juga memikirkan siapa yang akan menjalankan bank dan menggunakan jasa perbankan. itu. Pendapat ini disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada acara peluncuran buku “Rachmat Saleh Legacy Sang Legenda” di Hotel Bidakara, Rabu 28 Januari 2015.
Lebih lanjut Wapres mengatakan Rachmat Saleh saat menjadi Gubernur BI tidak hanya mengelola uang beredar, tingkat inflasi, dan indikator perbankan lainnya. “Tetapi beliau memikirkan siapa yang menjalankan bank dan memakai bank itu?” kata Wapres.
Wapres menggambarkan bahwa gedung dapat dengan mudah dibangun, sistem dapat disewa melalui jasa konsultan, tetapi yang penting adalah siapa yang menjadi SDM yang akan menjalankan suatu bank. Maka melalui Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) inilah Rachmat Saleh membangun sumber daya manusia (SDM) BI. “Dan yang lebih penting lagi, siapa yang berlangganan bank-nya, kalau tidak pengusaha?” kata Wapres.
Wapres pun menjelaskan bagaimana seorang Rachmat Saleh membina pengusaha-pengusaha muda saat itu yang memiliki semangat dan berkembang, seperti Abdul Latief, Arifin Panigoro, Aburizal Bakrie dan juga dirinya. Pada tahun-tahun itu, kata Wapres, tanpa dukungan yang besar dari Bank Indonesia dan juga pemerintah tentu pengusaha-pengusaha muda ini tidak akan tumbuh. “Tidak punya aset-aset yang besar pada dewasa ini,” kata Wapres.
Saat itu perbankan menawarkan Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). “Pak Jokowi juga antara lain dia mulai berusaha dengan KIK, KMKP yang tentu pada tahun 1070-an, 1980-an itu menjadi bagian daripada usaha perbankan,” ucap Wapres.
Pemberian kredit kepada pengusaha muda yang baru tumbuh adalah suatu bentuk keadilan dalam berusaha, karena suatu negeri akan maju, bukan hanya karena pertumbuhannya, tetapi juga karena adanya keadilan. Ketidakadilan dapat menimbulkan konflik yang mengancam keutuhan suatu bangsa. Pengalaman negara-negara dewasa ini, kata Wapres, konflik tidak akan terjadi karena pertumbuhan kecil, tetapi banyak konflik terhadi di banyak Negara yang disebabkan ketidakadilan.
Untuk itu, Wapres mengingatkan agar kalangan perbankan mencontoh apa yang telah dikerjakan oleh Rachmat Saleh. Dalam membangun sebuah bank, Rachmat Saleh tidak hanya membina orang yang akan menjalan bank, tapi juga turut membina orang yang akan memerlukan bank itu sebaik-baiknya. “Tanpa itu, maka saya yakin bank itu hanya menjadi bangunan yang tidak punya jiwa yang besar untuk bangsa ini,” ucap Wapres.
Wapres mengatakan bahwa Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar. Bangsa yang memiliki kekayaan yang hebat, tetapi tanpa usaha yang keras, tanpa kejujuran, tentu kita akan mengalami masalah-masalah di kemudian hari. Bahkan Wapres menjelaskan bahwa kesibukannya akhir-akhir ini, karena adanya kemungkinan ketidakjujuran yang terjadi di bangsa ini.
Semua yang hari ini dibicarakan, kata Wapres, ialah masalah ketidakjujuran yang menghambat kemajuan kita, yang kita bicarakan siang dan malam. Artinya adalah apabila kita menjalankan kejujuran itu, maka Wapres meyakini bahwa bangsa ini tidaklah terlalu repot. “Tetapi memang Tuhan juga menciptakan orang jujur dan tidak jujur, tentu karena itu ada hukum, ada penjara tentunya. Tetapi yang penting bagaimana kita meminimalisir,” ujar Wapres.
Sudah menjadi harapan banyak pihak bahwa dengan upaya yang bersama-sama ini, khususnya Bank Indonesia, akan menjadi motor penggerak suatu ekonomi. Tetapi diingatkan Wapres bahwa keuangan dari perbankan itu bukanlah alat utama untuk menjadikan suatu negara menjadi maju. “Majunya suatu negara adalah produktivitas, bukan permainan keuangan,” ucap Wapres.
Permainan keuangan, financial engineering suatu negara akan menyebabkan suatu negeri itu pada akhirnya jatuh, karena tidak menambah apa-apa. “Yang menambah ialah bagaimana bank itu meningkatkan produktivitas bangsanya,” ucap Wapres.
Wapres berharap buku “Rachmat Saleh Legacy Sang Legenda” dapat menjadi tauladan, karena banyak yang mengatakan bahwa guru yang terbaik adalah pengalaman, dan pengalaman adalah guru yang terbaik.
Pengikut Setia
Di awal sambutannya, Wapres mengakui bahwa dirinya adalah pengikut setia dari Rachmat Saleh untuk beberapa hal. Tidak banyak yang mengetahui, kata Wapres, jika Rachmat Saleh pertama kali belajar tentang ekonomi di Makasar, di Fakultas Ekonomi Makasar, pada tahun 1948. “Karena fakultas ekonomi yang pertama di Indonesia itu di Makasar, bukan di Jakarta. Karena pada waktu itu fakultas-fakultas dibagi-bagi di beberapa kota, ada yang di Jakarta, di Makasar,”kata Wapres.
Rachmat Saleh adalah mahasiswa pertama yang memuliah kuliahnya pada tahun 1948. Wapres pun memulai kuliah yang sama di kampus yang sama 12 tahun kemudian. “Di gedung yang sama, mungkin di kursi yang sama, saat Bapak di tempat belajar dulu,” ucap Wapres.
Wapres bercerita saat Rachmat Saleh menjadi Gubernur BI, selalu menjadi kebanggaan para dosen pada setiap acara. “Alumni pertama di sini sekarang Gubernur Bank Indonesia. Pada waktu itu Bapak selalu dibanggakan di Makasar waktu itu,” kata Wapres.
Selepas menjabat Gubernur BI pada tahun 1983, Rachmat Saleh dipercaya oleh Presiden Suharto menjadi Menteri Perdaganan. “12 tahun kemudian lagi, pada tahun 2000, saya menjadi Menteri Perdagangan,” kata Wapres.
Dijelaskan Wapres, perberdaan usia antara dirinya dan Rachmat Saleh adalah 12 tahun. Jadi, kata Wapres, ia adalah pengikut setia Rachmat Saleh, karena setiap 12 tahun, dirinya mengikuti apa yang telah dijalankan oleh Rachmat Saleh, dari mulai usia, kuliah dan menjadi menteri. “Sayangnya saya tidak sempat menjadi Gubernur Bank Indonesia,” ucap Wapres berseloroh.
Kejujuran dan Keadilan
Saat menyampaikan sambutannya, Rachmat Saleh menceritakan pengalaman dirinya saat masih berusia 4-5 tahun, dimana ia tinggal di suatu desa yang sangat sepi. “Konon kata orang, saya itu waktu kecil nakal sekali, suka mengganggu teman-temannya. Sehingga teman kanak-kanak yang bergaul sering merasa terganggu dan mengadu kepada bapak saya,” kata Rachmat Saleh.
Suatu hari, kata Rachmat, ia telah dilapori oleh temannya tentang perbuatannya. Ia pikir setibanya di rumah akan dimarahi, bahkan akan sedikit dipukul. Tetapi, ternyata tidak, ayahnya hanya memintanya duduk dan menceritakan kejadian yang terjadi dengan benar dan lengkap. “Coba ceritakan lengkap, tapi yang jujur ya. Jujur dan lengkap,” ucap Rachmat menirukan permintaan ayahnya.
Ia pun bercerita apa adanya. Singkat cerita, 20 tahun kemudian, ia diterima di BI. “BI yang sangat saya dambakan. Jadi 20 tahun setelah pertama kali mendengar kata jujur, saya berkeliling kota, menyetir mobil pinjaman membawa bapak dari luar kota,” kenang Rachmat Saleh.
Ketika pergi bersama ayahnya dalam mobil pinjaman itu, ayahnya bertanya tentang pekerjaannya. Dan ia pun menceritakan apa yang dikerjakannya di BI. “Bapak itu hanya mengangguk. Yang jujur ya. Yang jujur. Itu yang dikatakan Bapak saya,” ucap Rachmat. Ya Allah saya mendengar jujur kembali, pikir Rachmat Saleh dalam hatinya.
Ayahnya kemudian melanjutkan percakapan dalam perjalanannya itu. Kalau kamu bekerja, ucap ayahnya, hendaknya kamu usahakan hasilkanlah yang terbaik “Pakailah ilmu kamu, tenaga, dan fisik kamu. Coba hasilkan yang terbaik. Insya allah akan membantu kamu menghasilkan yang terbaik,” ucap Rachmat.
Ayahnya kembali berpesan. “Alhamdulillah kalau kamu mengalami kemajuan dan naik pangkat. Kalau kamu sewaktu-waktu pernah menjadi pemimpin berusahalah berbuat yang adil,” kata Rachmat.
Menurut ayahnya, pimpinan di kantor akan merasa senang jika bawahannya berbuat adil. Tetapi diingatkan ayahnya, kalau ia berbuat adil yang paling merasa senang adalah anak buahmu. “Kalau jadi bos berbuatlah yang adil. Keputusan yang adil. Insyaallah kalau kamu pandai berbuat adil, anak buah kamu mendukung kamu. Dukungan paling hebat akan datang dari anak buah kamu. Hasilnya dinilai atasan kamu,” ujar Rachmat menirukan pesan ayahnya.
Tanpa disadarinya, ia telah berusaha sedemikian rupa, bahkan tanpa sengaja ia “menyiksa” anak buahnya. “Banyak yang bekerja hingga larut malam bahkan subuh dan tidak tidur,” kenang Rachmat.
Untuk itu ia meminta maaf kepada keluarga dari stafnya. “Maaf banyak gangguannya bekerjasama dengan Rahmat Saleh. Tetapi mudah-mudah dikerjakan dengan penuh kesenangan untuk memenuhi janji dan usaha kepada rakyat,” ucap Rachmat.
Dalam sambutannya, Gubernur BI Agus Martowardoyo mengatakan bahwa bersyukur Bank Indonesia memilki panutan seperti Rachmat Saleh. “Sosok yang visioner dan tahu betul apa yang harus dikerjakan,” ucap Agus.
Agus menjelaskan bahwa Rachmat Saleh selalu memegang teguh integritas, bekerja keras, dan menjunjung tinggi kehormatan yang dipimpinnya, dan mementingkan negara dalam segala langkah dan tindakannya. “Tahun 1973-1983 karakter BI sebagai institusi utama mulai lebih terbentuk,” ucap Agus.
Saat itu, kata Agus, pengembangan SDM sebagai asset utama BI menjadi prioritas dan kunci utama institusi. “SDM jujur, berintegritas, berkarakter dan berwawasan luas,” ujar Agus.
Tampak hadir pada acara tersebut, Wakil Presiden ke-11 yang juga mantan Gubernur BI Boediono, Ketua Dewan Komisioner OJK Maulana Hadad, para mantan Gubernur BI Arifin Siregar, Adrianus Mooy, Syahril Sabirin, Burhanuddin Abdullah dan Darmin Nasution, serta para mantan petinggi Bank Indonesia.
****