Jakarta-wapresri.go.id. Pemerintah memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan Indonesia.  Hanya 3 negara di dunia, termasuk Indonesia, yang memberikan perhatian terhadap pendidikan dan tercantum dalam konstitusi. Hal ini berarti, pendidikan memiliki korelasi terhadap kemajuan bangsa. Indonesia memberikan porsi 20% APBN untuk pendidikan. Sehingga, apabila bangsa maju maka anggaran 20% akan naik, tetapi apabila turun maka anggaran akan turun juga.

“Yang ingin saya katakan bahwa kita ingin mengubah, mengembalikan marwah pendidikan guru ini. Kalau kita lihat evolusi pendidikan guru sudah 10 kali. Tapi apakah perubahan organisasi ini linier dengan mutu? Ini pertanyaannya,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan ceramah dan briefing executive dengan para pimpinan Perguruan Tinggi yang tergabung dalam Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan Negeri Indonesia (ALPTPNI) di Gedung II Istana Wakil Presiden, Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu, (7/9/2016).

Wapres mengungkapkan, pada saat pertemuan besar beberapa waktu yang lalu, ketika dibicarakan masalah tingkat pendidikan, para guru yang hadir tidak ada respon, tetapi ketika membicarakan mengenai kesejahteraan semua bertepuk tangan sampai berkali-kali. Wapres menilai motif para guru sudah berubah karena jarang bicara mengenai teknis pendidikan tetapi lebih ke kesejahteraan.

“Saya prihatin juga di situ, bahwa perhatian guru mulai berbeda, walaupun secara umum pendapatan guru sudah jauh lebih tinggi daripada pendapatan profesi lainnya sekarang,” tutur Wapres.

Bicara pendidikan, lanjut Wapres, apa yang diberikan hari ini manfaatnya baru dapat dilihat 10 tahun kedepan. Misalnya, kalau guru mengajar di SD atau SMP, maka baru terlihat manfaatnya sampai murid tersebut berumur 20 tahun. Hal ini berarti, pendidikan harus selalu melihat masa depan.

“Apa bedanya pendidikan dengan museum? Jelas kalau pendidikan melihat kedepan sementara museum kebelakang,” tegas Wapres.

Lebih jauh Wapres membandingkan pendidikan di Indonesia dengan negara tetangga. Pada tahun 2003 terlihat bahwa nilai pendidikan Indonesia dengan Singapura sudah tertinggal 3 tahun, dengan Malaysia 2 tahun, sementara dengan Filipina setara. Inilah yang kemudian menjadi latar belakang diadakannya ujian nasional.

“Salah satu kesalahan kita adalah pendidik yang mendongkrak angka, ini namanya pembodohan nasional. Hapuskan teori ini dan buat standar nasional,” tegas Wapres.

Untuk itu, Wapres mengimbau, banyak hal yang perlu diperbaiki, salah satunya membuat gagasan standar nasional tersebut. Sementara terkait kurikulum, perlu berubah tapi tidak secara cepat. Perubahan 10 tahun sekali adalah hal yang wajar karena perlu inovasi.

“Jadi sekali lagi tujuan pendidikan itu jelas, bagaimana mencerdaskan bangsa, mencerdaskan bangsa itu sesuai dengan masanya,” seru Wapres.

Oleh karena itu, Wapres mengajak para guru untuk meng-upgrade ilmu yang dimilikinya. Wapres mencermati, setiap bidang ilmu berkembang mengikuti zaman. Teknologi, perkembangannya tiap 1,5 tahun, sementara ilmu kedokteran berkembang tiap 3 tahun. Sehingga, bila dokter tidak belajar 3 tahun maka ilmunya tertinggal 3 tahun. Artinya, jika guru tidak selalu mengupgrade ilmunya, maka akan membuat murid ketinggalan.

“Tugas dari universitas tidak selalu menghasilkan, tapi juga meng-upgrade ilmu. Dibutuhkan kreativitas daripada kita semua, ini yang pemerintah harapkan bahwa universitas yang mendidik guru atau calon guru dapat memperbaiki pandangan ke depan dan kualitasnya,” pungkas Wapres.

Sebelumnya, Rektor Universitas Jakarta Prof. Djaali melaporkan, bahwa salah satu agenda pembangunan nasional adalah melakukan revolusi karakter bangsa, sektor paling dominan untuk mewujudkan agenda tersebut adalah pendidikan. Namun sayangnya garda terdepan pelaku pendidikan Indonesia yaitu guru masih berhadapan dengan berbagai persoalan. Persoalan tersebut antara lain kondisi pendidikan guru yang kurang memadai, sistem pengangkatan guru yang tidak berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi dan karier yang tidak berjalan sesuai tujuan, serta permasalahan lain terkait kompetensi dan kesejahteraan guru.

Prof. Djaali juga meminta Wapres untuk hadir dan membuka Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (konasti) yang akan diselenggarakan pada tanggal 12 s.d. 15 Oktober 2016 yang akan datang.

Pada kesempatan tersebut Wapres juga berkenan melakukan sesi Tanya jawab dari perwakilan peserta yang hadir. Peserta terdiri dari Rektor, Wakil Rektor Bidang Akademik, dan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan dari 12 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Negeri (LPTKN) di Indonesia.

Terdapat dua rektor yang meminta tanggapan Wapres terkait asrama di lembaga pendidikan guru yang kemudian memunculkan komitmen Wapres untuk membantu membicarakan lebih lanjut kepada Menteri PU dan Menristekdikti terkait pembangunan asrama, asalkan tersedia lahannya.

Hadir mendampingi Wapres, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemeratan Pembangunan Bambang Widianto, Staf Khusus Wapres Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah Syahrul Udjud, Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Husein Abdullah, serta Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi. (KIP, Setwapres)