Sumbawa-wapresri.go.id. Pondok Pesantren Modern Internasional Dea Malela sebagai lembaga pendidikan, harus senantiasa menjaga kualitas dan mutu pendidikannya, agar dapat setara dengan lembaga pendidikan sejenis yang telah lama maju dan populer. Standarisasi pendidikan yang kini diterapkan, akan diuji oleh berjalannya waktu oleh masyarakat.

“Internasional itu artinya keterbukaan. Untuk menjaga mutu standar internasional, ini yang sulit,” demikian ditekankan oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat memberikan sambutan pada acara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Masjid Saidah, Rumah Kyai Bait Kalla, dan Wisma Ustadzah Pondok Pesantren Modern Internasional Dea Malela, di Desa Pemangong, Kecamatan Lenangguar, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada Rabu, (20/7/2016).

Dalam menjaga standar internasional suatu lembaga pendidikan modern sebagaimana Pondok Pesantren Dea Malela tersebut, bukanlah perkara yang mudah. Kemudian Wapres pun menganalogikannya dengan sebuah lembaga rumah sakit yang secara periodik harus selalu diuji standardisasinya dalam melayani kesehatan masyarakat.

Menurut pandangan Wapres, untuk mewujudkan lahirnya pondok pesantren modern sesuai dengan yang dicita-citakan, setidaknya harus memiliki dua hal utama, yakni, pertama, pentingnya mempunyai kurikulum yang dapat menjangkau cita-cita kebutuhan yang akan datang, karena pendidikan memang untuk kebutuhan jangka panjang ke depan. Kedua, lanjut Wapres, memiliki standar mutu yang terjaga seperti halnya perguruan pendidikan lainnya.

“Jika kedua persyaratan tersebut telah dipenuhi, maka barulah dapat direalisasikan dengan modern. Itulah yang dibutuhkan,” tegas Wapres.

Sebagaimana sering disampaikan dalam berbagai kesempatan, Wapres juga mengulas kembali tentang kriteria mutu pendidikan yang baik, yaitu pendidikan yang selain mengajarkan ilmu atau keahlian, juga perlu mengajarkan moral atau karakter.

Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim, kata Wapres, memiliki keunggulan dalam dua hal, dibandingkan dengan negara-negara di Timur Tengah saat ini, seperti Irak, Suriah, dan sebagainya. Pertama, jumlah penduduk Indonesia sekitar 90 persen muslim, dan kedua peradaban masyarakat yang memiliki toleransi tinggi sehingga dapat hidup damai dan berdampingan dengan umat agama lain.

Dewasa ini, Wapres mengungkapkan, kondisi umat muslim di Timur Tengah sangatlah memprihatinkan dengan kehidupan yang penuh kekerasan, ancaman teror dan ketidakadilan, sehingga tidak dapat menjadi pedoman dan kiblat dalam pemikiran Islam ke depan. Wapres pun membandingkan, ketika zaman hijrah Rasulullah SAW, dari Mekah ke Madinah yang dinilai lebih damai dan sesama daerah muslim. Namun, berbeda kondisinya saat ini, umat muslim Timur Tengah justru hijrah ke Eropa, dari negara muslim ke negara non muslim, demi untuk mencari kedamaian.

“Ini sangat ironis,” keluh Wapres.

Melihat pemikiran dan keprihatinan tersebut, pemerintah akan mendirikan sebuah Universitas Islam Internasional Indonesia yang akan melahirkan intelektual dan ilmuwan yang moderat dan mendunia.

“Hal tersebut dalam rangka membangun peradaban dan ahklaqul karimah,” pungkas Wapres.

Di akhir sambutannya, Wapres yang juga sebagai penyantun, menyatakan kesediaannya untuk membantu sarana/prasarana pondok pesantren tersebut berupa fasilitas pendidikan yang dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan belajar mengajar dalam kelas.

Acara diakhiri dengan peletakan batu pertama oleh Wapres, untuk pembangunan Masjid Saidah dan Asrama Ustadzah yang disaksikan sejumlah unsur diantaranya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi, Kepala Setwapres Mohammad Oemar, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Dea Malela Din Syamsuddin, serta para pejabat dan unsur daerah lainnya. (KIP, Setwapres)