Nusa Dua, Bali-wapresri.go.id  Terorisme telah menjadi ancaman global. Untuk itu, Interpol diharapkan dapat memegang peranan penting dalam menangani terorisme yang bersifat trans-boundary (lintas batas).

“Perlu saya garis bawahi bahwa terorisme merupakan ancaman global dan kita harus bekerja sama untuk menanganinya,” ujar Wapres saat membuka Sidang Umum ke-85 Interpol di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Senin (7/11/2016).

Bentuk konkret kerja sama tersebut, lanjut Wapres, misalnya berupa sharing informasi intelijen sebagai upaya untuk menangkal berkembangnya terorisme, dan kerja sama dalam bidang yudisial baik di tingkat regional maupun internasional dalam menangani kasus-kasus terorisme.

Selain itu, Wapres juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, mengingat tantangan dunia yang terus berkembang.

Dalam upaya ini, lanjut Wapres, pada tahun 2004 Indonesia telah mendirikan Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation yang terletak di kompleks Akademi Kepolisian di Semarang, Jawa Tengah, bekerja sama dengan pemerintah Australia, yang menyediakan berbagai program pelatihan terkait penanganan kejahatan trans-nasional, termasuk terorisme.

Wapres lebih lanjut berpesan agar soft approach dikedepankan dalam menangani terorisme.

“Penting bagi kita untuk terus melakukan kampanye anti terorisme, antara lain melalui imbauan para ulama, pendampingan bagi para mantan pelaku terorisme, dan pemblokiran situs-situs yang menyebarkan paham terorisme,” tegasnya.

Selain terorisme, Wapres juga mencermati kejahatan-kejahatan baru trans-nasional yang tertata rapi (organized emerging crimes), seperti peredaran narkoba, perdagangan manusia, pencucian uang, perdagangan gelap senjata api, dan lain-lain.

“Di sinilah letak peran sentral National Central Bureau (NCB) Interpol di masing-masing negara anggota yang memungkinkan dilakukannya kerja sama dalam hal penyidikan, operasi, dan penangkapan lintas negara,” ujar Wapres.

Wapres juga menaruh perhatian pada kejahatan siber yang kian berkembang seiring dengan majunya teknologi informasi dan komunikasi.

“Pada intinya, polisi dan Interpol harus berpadu melawan kejahatan yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan amanat Konvensi PBB Nomor 55 tahun 2000 tentang Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi (UN Convention against Transnational Organized Crime),” tutur Wapres.

Sebelumnya, dalam laporannya, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Pol. Tito Karnavian menyebutkan, Sidang Umum Interpol ke-85 ini merupakan sidang umum Interpol yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia, dan diikuti oleh sekitar 1.000 peserta 164 negara dari total 190 negara anggota Interpol.

“Saya mengapresiasi Interpol atas kepercayaannya kepada Indonesia untuk menjadi tuan rumah sidang umum ini,” ujarnya.

Ia pun berharap, sidang umum yang mengambil tema “Setting the Goals Strengthening the Foundations: A Global Roadmap for International Policing” ini, dapat menjadi wahana bagi lembaga-lembaga kepolisian di dunia untuk saling berbagi pengalaman dan meningkatkan kerja sama dalam hal melindungi dan melayani masyarakat, menciptakan ketertiban umum, menegakkan hukum, dan memerangi tindak kejahatan.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Presiden International Criminal Police Organization (ICPO) Mireille Ballestrazzi mengungkapkan,  sidang umum ini bertujuan untuk menyusun kerangka kerja strategis Interpol dalam kurun 2017-2020 mendatang.

“Di tengah dunia yang terus berkembang, Interpol berambisi untuk melakukan reformasi yang lazim disebut dengan ‘Interpol 2020’, agar lembaga ini tetap dapat menjadi ujung tombak kepolisian dunia,” imbuh Ballestrazzi.

Turut hadir dalam acara tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. (KIP, Setwapres)