Sanya, Hainan. Saat ini negara-negara industri seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea tertarik berinvestasi di Indonesia karena mereka membutuhkan pasar yang lebih luas, basis produksi yang lebih murah dibanding negara mereka, sekaligus sumber dayanya. Indonesia memiliki keduanya, pasar yang besar, dan tenaga kerja yang banyak.

“Tentu untuk mengisi itu [investasi] harus ada infrastrukturnya dan ada aturan yang pasti,” tegas Wapres ketika dijumpai awak media usai menerima pimpinan PT. Virtue Dragon Nickel Industry dan China Fortune Land Development, di Peacock Meeting Room, Hotel MGM Grand Sanya, Hainan, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Rabu (23/3/2016).

Menurut Wapres, setiap investasi akan meningkatkan lapangan kerja dan mempunyai efek berganda untuk ekonomi lainnya, seperti ekspor dan pendapatan pajak negara akan naik. Di samping itu, industri yang telah dibangun di hulu bisa menambah industri hilirnya.

“Yang kita inginkan, agar ada suatu hulur dan hilir bersambung. Tanpa industri hulu seperti nikel itu, yang terjadi seperti sebelumnya. Kita hanya mengekspor bahan baku, maka rusaklah lingkungan. Maka itu kita hubungkan hulu dengan hilir, sekaligus menghasilkan lapangan kerja lebih luas, multiplier efeknya lebih tinggi, pendapatan lebih tinggi, ekspor lebih tinggi,” ucap Wapres.

Untuk foreign direct investment, lanjut Wapres, bahkan bisa meningkatkan devisa. Misalnya, jika investor akan membangun pabrik di Indonesia, modal yang digunakan untuk membeli lahan, batu, baja, dan sebagainya akan masuk ke Indonesia dalam bentuk rupiah.

“Devisanya masuk ke devisa nasional. Itu efeknya, sehingga mengurangi defisit neraca pembayaran, yang keluar impornya dan ekspornya bisa sebanding nanti,” jelas Wapres.

Namun, Wapres mengakui saat ini masih ditemukan berbagai kendala bagi investor yang ingin berinvestasi di Indonesia, salah satunya terkait masalah pembebasan lahan. Hal ini menyebabkan nilai investasi yang masuk ke Indonesia berkurang. Wapres mencontohkan, PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Kendari Sulawesi Tenggara, mengalami masalah dalam penyelesaian pembangunan pabrik smelter dengan pengelola kawasan industri.

“Mereka investasi nikel, smelter di sana, sangat besar. Akhirnya sampai 5 miliar [US] dolar rencana mereka, sekarang baru 1 miliar [US dolar],” terang Wapres.

Kawasan industri ini, kata Wapres, merupakan infrastruktur yang baik yang dibangun oleh VDNI untuk mendukung investasi mereka.

Namun, pengelola belum dapat memberikan keseluruhan lahan yakni 5500 Ha di kawasan industri kepada VDNI. Hal ini disebabkan di kawasan industri tersebut terdapat lahan fungsi Daerah Irigasi Rawa dan Daerah Irigasi Tambak.

“Jadi harus koordinasi dengan [Kementerian] PU dan [Kementerian] Agraria,” ucap Kepala BKPM Franky Sibarani yang hadir mendampingi Wapres.

Untuk itu, kata Wapres, pemerintah melalui BKPM akan membantu proses penyelesaiannya dalam satu bulan.

Menurut Wapres, masalah pembebasan lahan masih menjadi kendala utama, tidak hanya bagi investor swasta, tetapi juga pemerintah, apalagi kalau lahan tersebut berada di Pulau Jawa. Padatnya penduduk di daerah ini menyebabkan mereka sulit untuk diajak bernegosiasi. Walaupun izin sudah diberikan, tidak bisa langsung efektif tanpa adanya lahan yang tersedia dengan clear dan sinergi.

Oleh karena itu, kata Wapres, perlunya langkah-langkah strategis agar investor, terutama dengan nilai investasi yang besar, dapat mudah masuk ke Indonesia. Diantaranya, aturan harus dibuat lebih simpel dan dapat berjalan.

“Karena itulah, di BKPM izin awal bisa 3 jam, itu izin awal ya. Lalu pelaksanaannya umumnya di daerah, jadi bukan hanya proyek swasta, proyek pemerintah pun terjadi begitu. Pembebasan lahan saja, pengairan, listrik, butuh aturan yang keras tapi juga butuh negosiasi yang baik dengan masyarakat, dan kita jalankan itu,” ungkap Wapres.

Di samping itu, Provinsi diberikan kewenangan yang luas dengan didukung landasan hukum, sehingga jika ada proyek-proyek strategis dapat dieksekusi langsung untuk mewakili pusat.

“Provinsi, selain sebagai bagian dari otonominya juga sebagai wakil pusat, di situ ketemunya,” ucap Wapres.

Dukungan yang diberikan Pemerintah untuk memudahkan investasi masuk ke tanah air, memberikan optimisme tersendiri bagi para investor asing.

“Kalau yang sekarang lancar kita akan investasi lebih banyak lagi. Kami mengalami masalah, tapi kami yakin negara ini mampu mengatasinya. Kami mencoba untuk mendapatkan komitmen yang formal untuk mendukung investasi ini,” ujar Zho Ming Dong dari VDNI ketika diterima Wapres sebelumnya.

Sama halnya dengan VDNI, Pemerintah juga mendukung investasi yang disiapkan oleh China Fortune Land Development (CFLD). CFLD berminat masuk ke Indonesia untuk membangun kawasan industri terintegrasi dengan perumahannya dengan konsep pembangunan yang ramah lingkungan. Saat ini CFLD sudah memiliki kantor perwakilan di Jakarta. Rencana nilai investasi untuk tahap awal senilai USD 500 juta untuk membangun kawasan industri baru yang terintegrasi dengan perumahannya. Rencananya CFLD akan membangun 3 kawasan industri baru di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun ke depan dengan rencana total nilai investasi sebanyak USD 1,5 miliar.

Kepada Presiden CFLD Zhao Hongjing dalam pertemuan sebelumnya, Wapres menyarankan untuk berinvestasi ke daerah di kawasan Timur atau daerah lainnya, karena di Pulau Jawa sudah sangat crowded. Misalnya, di Sulawesi dapat dibangun industri seperti nikel dan baja, sementara di Sumatera, lebih cocok dibangun perkebunan sawit.

“Kami berencana membangun kawasan industri berbasis teknologi seperti Silicon Valley,” ungkap Hongjing.

“Kalau anda ingin membangun kawasan industri seperti Silicon Valey, lebih baik di sekitar Bandung atau Yogyakarta. Di sana banyak ahli IT dan anak-anak muda yang kreatif,” tutur Wapres menanggapi.

Selain Kepala BKPM, hadir mendampingi Wapres Jusuf Kalla, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Duta Besar RI untuk RRT Soegeng Rahardjo, Deputi Kasetwapres Bidang Dukungan Ekonomi, Infrastruktur dan Kemaritiman Tirta Hidayat, Staf Khusus Wapres Bidang Infrastrktur dan Investasi Muhammad Abduh, Staf Khusus Wapres Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto, dan Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Husain Abdullah.