Jakarta. Sebelumnya, Indonesia adalah negara dengan pemilu terbanyak di dunia. Sekitar 500 lebih Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terjadi di kabupaten/kota, disamping Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg). Kalau diukur, dalam setahun ada 100 pemilu, sehingga tiap 3 hari ada pemilu. Namun kini pemilu dilakukan serentak, 3 kali Pilkada, serta 1 kali Pilpres dan 1 kali Pileg yang dilakukan bersamaan di tahun 2019. Sehingga, para penyelenggara pemilu bisa memiliki banyak waktu dan lebih fresh untuk menyiapkannya.

“Karena itu yang diharapkan dari kita semua ialah pemilu yang bermutu. Apabila tadi yang disampaikan oleh Bapak Jimly, yang penuh etika baik untuk penyelenggara juga kepada masyarakatnya,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menghadiri Malam Penganugerahan Bawaslu Award 2016 di Balai Sarbini, Jakarta, Senin, (29/2/2016).

Wapres mencermati, di banding negara-negara lain seperti Thailand, Filipina, atau Pakistan, Indonesia termasuk negara yang aman dalam menyelenggarakan pemilu.

Wapres mengisahkan, ketika menjadi Ketua Observer bersama-sama dengan delegasi Pakistan, mereka menyaksikan penyelenggaraan pemilu di Azerbaijan berjalan aman. Namun menurut delegasi Pakistan tersebut pemilu yang seperti ini membosankan.

“Di negeri saya Pakistan, kalau pemilu tidak ada bom, tidak ada tembak-tembak, bukan pemilu namanya,” gurau Wapres menirukan.

Untuk itu Wapres bersyukur di Indonesia tidak terjadi seperti itu. Penyelenggaraan pemilu, baik Pilpres, Pileg, maupun Pilkada berjalan dengan aman dan baik. Meskipun Wapres mengakui, usai pemilihan banyak yang melakukan protes dengan menggugatnya di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saya dulu ikut protes juga waktu saya kalah. Orang merasa, ndak protes, ndak pas. Setidak-tidaknya kita uji MK apa adil atau tidak,” gurau Wapres disambut tawa hadirin.

Dalam kesempatan yang penuh dengan canda tawa tersebut, Wapres mengapresiasi kinerja para pihak yang telah membuat pelaksanaan pemilu berjalan dengan tertib.

“Terima kasih kepada anda semua yang telah menjaga itu. Karena tanpa penyelanggaraan yang baik dan pengawasannya, tentu masyarakat juga sulit megikuti pemilu itu dengan demokratis” tutur Wapres kepada para pimpinan dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang datang dari seluruh Indonesia.

Namun, Wapres menilai, masih ada beberapa hal yang masih menjadi perhatian. Misalnya, tempat pemungutan suara (TPS) di Indonesia terlalu banyak, sehingga para pemilih yang hadir terkesan tidak bergairah. Dibandingkan dengan pemilihan di luar negeri, TPS sangat penuh didatangkan pemilih, bahkan mereka harus antri, sehingga kelihatan bagus dan menarik.

Di samping itu, cara pemilihan yang dilakukan di Indonesia, masih tergolong kuno, karena menggunakan paku. Padahal ketika Wapres menjabat, sempat diganti dengan menggunakan pulpen.

“Nanti tolong dipertimbangkan lagi pakai pulpen, supaya lebih berbudaya,” canda Wapres membuat hadirin tertawa.

Di akhir sambutannya, Wapres mengharapkan agar penyelenggaraan demokrasi dan keterbukaan yang sudah berjalan baik ini, dapat terus ditingkatkan.

“Dengan demokrasi yang baik, pemilu yang baik, dapat menghasilkan suatu pemerintahan yang baik pula,” pungkas Wapres.

Sebelumnya Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddieqie menyampaikan, berdasarkan pengalamannya bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu, penyelenggaraan pemilu akan berfungsi efektif apabila tidak hanya mengandalkan peraturan hukum (rule of law) tetapi juga peraturan etika (rule of ethics), sehingga menimbulkan integritas, agar demokrasi tidak sekedar formalistic dan procedural.

“Maka etika penyelenggaraan pemilihan umum menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya kita membangun pemilu yang berintegritas,” ucap Jimly.

Untuk itu, integritas tidak hanya terletak pada penyelenggara, tetapi juga peserta dan kandidat. Namun, Jimly mencermati, kadang-kadang kandidat lebih aktif mendekati penyelenggara untuk melakukan sesuatu di luar etika. Sehingga jika kandidat kalah bahkan sampai ke MK, maka pihak penyelenggara yang disalahkan.

Untuk itu Jimly berharap, ke depan baik penyelenggara maupun kandidat, apabila sama-sama melakukan hal di luar etika agar mendapatkan sanksi yang sama-sama berat.

“Saya rasa perlu dipikirkan, kalau penyelenggara itu, sanksi terberat pemberhentian, maka kandidat sanksi terberatnya adalah diskualifikasi,” tegas Jimly.

Dalam acara tersebut dilakukan penyerahan Penghargaan sebagai Penyelenggara Pemilu Berintegritas kepada Ketua KPU Husni Kamil Malik, anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansah, Arief Budiman, Sigit Pamungkas, Juri Ardiantoro, Ida Budhiati, dan Hadar Nafis Gumay, serta Sekjen KPU Arif Rahman Hakim.

Disamping itu, Penyerahan Bawaslu Award diberikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk 6 kategori:

  1. Pemerintah Provinsi yang memfasilitasi Anggaran Pengawasan Pilkada Terbaik, yaitu Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola;
  2. Pemerintah Kabupaten yang memfasilitasi Anggaran Pengawasan Pilkada Terbaik, yaitu Bupati Belitung Timur, Yuslih Ihza Mahendra
  3. Pemerintah Kota yang memfasilitasi Anggaran Pengawasan Pilkada Terbaik, yaitu Kota Cilegon
  4. Pengawas Pemilihan Kecamatan Terbaik, yaitu Pengawas Pemilihan Kecamatan Kali Gondang Purbalingga, Provinsi Jawa Barat
  5. Pengawas Pemilihan Lapangan Terbaik, yaitu Pengawas Pemilihan Lapangan Kelurahan Tanjung Unggat, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau
  6. Pengawas Tempat Pemungutan Suara Terbaik, yaitu Pengawas Tempat Pemungutan Suara 14 Kelurahan Ranai Kota, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulayan Riau

Selain pemimpin dan anggota penyelanggara pemilu yang datang lebih dari 1200 orang, hadir dalam kesempatan tersebut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi dan Ketua MPR Zulkifli Hasan. (Siti)